Skip to main content

Posts

Akhirnya Kesampaian: Menghadiri Konferensi Fisika!!

Alhamdulillah, benar kata Andrea Hirata dalam bukunya yang berjudul, “Edensor”, Tuhan tahu tapi menunggu , itulah yang terjadi padaku. Aku masih teringat suasana ketika aku menatap serius majalah dinding fakultas MIPA USU pada saat aku masih menjadi mahasiswa strata satu USU. Kala itu, sebuah poster mewah tentang Konferensi Fisika di Yogyakarta menghiasi Mading yang penuh dengan poster lowongan menjadi tentor. Aku, sebagai mahasiswa fisika yang jarang mendapat kesempatan menghadiri seminar fisika merasa sangat ingin menghadiri konferensi tersebut, namun uang pendaftaran, syarat-syarat registrasi, dan jarak yang jauh antara Medan-Yogyakarta membuatku harus meredam semua keinginanku itu. Tetapi, dalam hati aku tetap berdoa dan berharap bahwa suatu saat nanti, aku dapat menghadiri konferensi semacam itu. Physics Annual Meeting 2015 Dan Allah mengabulkan doaku tersebut, tanggal 28-29 Januari 2015, aku, sebagai mahasiswa master fisika National Chung Hsing University melaksanaka

Tempe, One of My Favorite Food

Aku teringat akan kuliahku beberapa tahun lalu, mata kuliah seminar oleh Prof. Timbangen, kala itu beliau baru saja menyelesaikan studinya di Jepang. Beliau bercerita bahwa orang Jepang meneliti tentang tempe secara ilmiah dan hasilnya diterbitkan dalam jurnal, padahal kita semua tahu bahwa tempe adalah hasil karya nenek moyang Indonesia, namun tak satu pun dari kita yang berniat menelitinya, sungguh tragis. Beliau menjelaskan bahwa dalam jurnal itu dikatakan bahwa tempe ternyata memiliki kandungan protein setara dengan daging tetapi lemak yang sedikit dan tentunya harga yang lebih murah dari daging. Berbekal pengetahuan itu, kesukaanku akan tempe bertambah dan keinginanku untuk memasak tempe dengan berbagai cara pun meluap-luap. Aku teringat bahwa resep tempe andalanku hanya satu, menggorengnya dengan tepung bumbu yang biasa dibuat nenekku. Dan aku perlu mencari resep lain. Nugget tempe ala Mbak Aulia Salah satu resep yang kudapat sekarang adalah resep nugget tempe da

Mengenang Spagheti Ala Vika

Musim gugur sudah masuk, desiran anginnya menerpa tubuhku dan masuk hingga menggetarkan tulang-tulangku. Oktober di Taichung, dingin dan berangin, saat-saat seperti ini rasanya aku ingin makan dan makan. Keinginanku akan makanan asli Indonesia, Tempe, sudah kulampiaskan dengan membeli sebungkus sambal tempe di warung Indonesia di Taichung Station. Namun, aku teringat akan Lebaran tahun ini, 2014,  aku dan dua orang temanku membuat Spagheti saat Lebaran. Siapa lagi kalau bukan Tika dan Vika. Resep Spaghetinya tentu saja sudah kami ubah menjadi lebih pedas karena kami orang Indonesia. Berbicara masalah rasa masakan, memang benar kalau lidah masing-masing negara itu berbeda-beda. Kalau menurut pengamatanku, orang-orang Taiwan tidak menyukai rasa pedas, asin, dan yang terlalu manis. Jadi, menurutku hampir semua rasa masakan mereka itu hambar (bagi orang Indonesia). Jika aku membeli sayur, ingin rasanya sayur itu kumasak kembali dengan menambahkan garam, gula, dan cabe merah tentu saja

Aku dan Kamu Sama

Aku dan kamu sama; Menunggu siang yang penuh peluh; untuk menggapai istirahat hangat; pada malam-malam dingin. Namun, aku dan kamu sama; mengetahui bahwa malam-malam itu pendek; dan pagi pasti menjemput; kita sama-sama terbangun dalam dekapan janji; detik-detik waktu yang bergerak perlahan; penuh misteri; Aku dan kamu sama; merasai perihnya lesatan cahaya; dan berharap malam datang; sekedar menegak istirahat pendek. Aku dan kamu sama; Merasai letinya berpeluh dalam menjalin tali-tali harapan. Namun, aku harap kamu juga sama; mencoba menjalankan jiwa tuk meneguk piala; yang berisi cairan seumpama air kafur yang menetes; Dan kita sama-sama meneguknya.                                                                                                                     Medan, 2013                                                                                                                                                                                                

Selembar Renungan di Musim Gugur (I)

Setiap pagi aku mendengar suara jangkrik yang khas yang menandakan subuh telah tiba, di negeri ini memang tak ada adzan, sekarang. Aku berdoa suatu hari nanti, di sini akan berkumandang suara Adzan setiap saat. Aku jadi teringat bahwa sebelum kita memulai shalat, sebaiknya kita mengumandangkan Iqamah sendiri. Dan nyatanya, aku selalu lalai. Pagi, sunyi dan indah, sungguh nikmat rasanya jika kita membuka lembaran-lembaran Al-Qur'an sambil menikmati isinya, dan saat ini aku menikmati bagian-bagian ini. Suasana Pagi di Asrama NCHU Al-Fatihah, 1: 5-6, " hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.  Tunjukilah kami jalan yang lurus . " Guruku pernah berkata, jika kita sampai pada bagian ini saat shalat, maka perpanjanglah doa setelahnya, jangan terburu-buru, subhanallah. Tibalah aku pada suatu ayat yang meminta kita untuk berpikir dan meneliti secara ilmiah tentang kandungan ayatnya, Q.S. Al-Baqarah, 2: 22, &

Setitik

Bagai titik air yang memberati hingga hujan turun tak terperi Disana terlihat seufuk mentari diiringi gemericik dan serpihan awan ada pula sepucuk daun rasa-rasanya palu menghantami diri seberkas kelopak melati hilanglah buang diri tiada berarti hanya lalat menempel di kebusukan semuanya adalah dari si pemilik yang perlu hanyalah kembali hingga tak perlu hirau lain-lain yang ada nanti hanyalah sebarisan awan putih di kebiruan yang membening                                              Medan, 2012

Rasanya Asa

Semburat-semburat putih yang disana pula ada asa dirangkulkan serasa dekat tak keruan udara-udara hitam menghimpiti dalam lamunan berkicauan Ah, mengapakah hati ini? apa yang salah dengan semua jalan? hanya hati merasai salah saja tak pantas rasanya. Oh, bibir tak pantas bergetar tapi, asa itu tetap ada hingga hilang semua rasa mungkin baru berketeraturan                                          Medan, 2012