Memang benar bahwa selalu ada hikmah atas setiap kejadian, baik kejadian baik maupun kejadian buruk. Dan, salah satu caraku untuk dapat mengatur ulang emosi dan pikiran adalah dengan membaca buku. Rekomendasi buku pun aku cari di Pinterest, dan kebanyakan adalah buku ber-Bahasa Inggris. Untungnya pada saat itu bookdepository masih buka sehingga aku membeli dua buku (dengan harga diskon) hasil rekomendasi Pinterest, dan bukunya beneran bagus banget. Namun, karena harga buku Bahasa Inggris itu mahal harganya, aku pun memutuskan untuk membeli buku ber-Bahasa Indonesia dari Gramedia Online dan mengirimkannya ke Taiwan (sekalian mengirimkan barang kebutuhan lain yang tidak dapat diperoleh di Taiwan). Salah satu buku yang kubeli adalah buku berjudul "Filosofi Teras".
Nyatanya buku berjudul "Filosofi Teras" tersebut adalah buku yang memang sangat kubutuhkan di tengah gempuran tekanan kehidupan. Buku ini membahas tentang Filosofi Stoikisme yang dapat membantu kita untuk dapat menjalani kehidupan dengan mental yang lebih kuat, sehingga hidup kita terasa lebih ringan terlepas dari masalah kehidupan apapun yang menimpa kita. Filosofi ini menekankan praktek pengendalian persepsi atas segala sesuatu yang tidak bisa kita kontrol dan praktek pengendalian diri atas segala sesuatu yang bisa kita kontrol. Filosofi ini juga mengajarkan agar kita selalu bersyukur atas kehidupan kita dan mencintai takdir kita, terlepas dari bagaimana keadaan takdir tersebut: kita sukai atau tidak sukai.
Ketika aku membaca buku ini, aku langsung berpikir: Wah, ini beneran hal yang harus aku praktekkan! nyatanya susah sekali mempraktekkannya! ahahahah.
Benar saja, setelah selesai membaca buku ini dan berjanji untuk mempraktekkannya, satu masalah langsung menghadang: Pengujian Transmission Electron Microscopy (TEM) yang kulakukan gagal! Masalahnya adalah pada sampelnya, padahal ini bukan kali pertama aku membuat sampel TEM tersebut. Langsung saja perasaanku menjadi buruk seharian dan merembet ke hal-hal lain yang sebenarnya tidak perlu terlalu dipikirkan. Namun, aku segera teringat dengan salah satu cara mempraktekkan Filosofi Stoikisme: memperbaiki persepsi atas suatu kejadian buruk yang sebenarnya bersifat netral dengan S-T-A-R (Stop-Think and Assess-Respond) (Akronim ini asalnya bukan dari ajaran Filosofi Stoikisme, tetapi dapat digunakan untuk merubah persepsi-penulis, Henry Manampiring, menemukan istilah ini di internet). Jadi, aku langsung berusaha berhenti berpikir negatif, lalu chat teman-temanku untuk mendapatkan saran dan diskusi mengenai kesalahan sampel secara ilmiah, dan aku pun menuliskan prosedur tambahan yang kira-kira bisa dilakukan untuk memperbaiki sampel kedepannya. Beneran, susah untuk mempraktekkan filosofi ini! ahahahah.
Salah satu hal yang selalu kuingat dalam mempraktekkan Filosofi ini adalah dalam hidup ini kita harus menerima bahwa ada hal-hal yang bisa kita kontrol dan ada hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, atau disebut juga dikotomi kendali. Contoh hal-hal yang bisa kita kontrol adalah pikiran, perasaan, persepsi dan tindakan kita, keinginan kita, dan tujuan kita. Sedangkan hal-hal yang tidak bisa kita kontrol adalah kondisi saat kita lahir, cuaca dan faktor alam eksternal, kesehatan kita, kekayaan kita, reputasi kita, opini atau tindakan orang lain. Yang dua hal terakhir itu beneran penting banget untuk diingat agar hidup kita beneran bebas dari perasaan negatif. Hal ini pernah juga aku baca dari buku lain yang mengatakan bahwa kita harus "letting go of being right about how wrong everybody and everything is" (bisa baca tulisanku mengenai buku tersebut disini). Jadi, tiap kali aku merasa bahwa seseorang melakukan hal yang membuatku tidak nyaman, aku langsung berpikir bahwa, "oh, perilakunya tersebut tidak dapat aku kontrol dan ingat: manusia memang menjadi cobaan bagi manusia lain! (dalam Al-Qur'an juga dituliskan seperti ini) yang dapat aku kendalikan adalah diriku sendiri, mungkin untuk berikutnya aku tidak perlu melakukan hal-hal ini kepadanya." Juga, ketika tiba-tiba aku teringat tentang masa lalu yang tidak menyenangkan, aku langsung berpikir: "Ingat, segala sesuatu bersifat netral: tidak baik dan tidak juga buruk, itu di luar kendaliku dan yang bisa aku kendalikan adalah persepsiku sendiri." Dalam hal ini aku langsung teringat kata-kata seorang penceramah asal India di salah satu video Youtube: "People are doing what they want to do, not what you want them to do." Jadi, intinya kita fokus pada diri kita: pikiran, persepsi, perasaan, dan tindakan kita!
Nah, mungkin kita jadi berpikir, "kalau kekayaan dan kesehatan itu termasuk hal-hal yang diluar kontrol kita, jadi kita harus pasrah, gitu?". Sebenarnya, filosofi ini bukanlah mengajarkan kita untuk pasrah tanpa ada usaha apapun, justru sebaliknya filosofi ini menekankan agar kita fokus pada tindakan kita (yang tentunya sesuai dengan hukum-hukum alam/nalar-selaras dengan dengan alam) dan bagaimana hasilnya nanti itu jangan kita cemaskan. Biasanya dengan fokus pada kebaikan (tanpa rasa cemas) maka hasil baik akan datang juga. Dalam hal ini, aku teringat akan konsep tawakal dalam Islam, yaitu pasrah kepada kehendak Allah SWT yang disertai dengan usaha sebaik mungkin. Dengan menerapkan konsep ini, kita bisa menghindari kesedihan, kejatuhan mental, cemas berlebihan dan keadaan tidak bahagia ketika hasil yang kita harapkan tidak tercapai.
Dalah hal ini, dalam buku Filosofi Teras, penulisnya juga memberikan ide lain yang mungkin lebih bisa kita terima, yaitu trikotomi kendali yang diambil dari buku William Irvine: (1) ada hal-hal yang dapat kita kendalikan, (2) ada hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan, dan (3) ada hal-hal yang sebagian dapat kita kendalikan. Untuk hal yang nomor (3), William Irvine mengatakan bahwa kita harus dapat memisahkan antara "target internal" dengan "hasil", jadi kita bisa fokus kepada "target internal" yang merupakan sesuatu yang dapat kita kendalikan.
Mengenai pengontrolan diri atas kondisi eksternal juga tak lepas dari kemampuan untuk benar-benar hidup di masa sekarang (beneran menerapkan praktek mindfulness, the power of now, etc). Seperti banyak pepatah mengatakan: "kita menderita lebih di imajinasi kita daripada di kenyataan", alias khawatir berlebihan (Nah, kadang aku tuh suka seperti ini, semua dianalisis sebelum kejadiannya beneran terjadi). Ada beberapa postingan di Pinterest yang menyarankan untuk menuliskan segala kekhawatiran yang datang tiba-tiba agar pikiran kita menjadi lebih tenang dan langsung beranjak ke cara penyelesaian. Aku sih mulai berlatih dengan mengalihkan pikiran ke penyelesaian ketika kekhawatiran tiba-tiba terjadi (apalagi kalau sudah mendekati waktu datang bulan, perubahan hormon juga terasa mempengaruhi cara berpikir) dan biasanya langsung dieksekusi.
Tapi, ada satu hal baru yang kupelajari dari buku "Filosofi Teras" ini, yaitu: Premeditatio Malorum: Imunisasi mental diri dengan memikirkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi. Ketika aku mempraktekkannya, imunisasi mental ini beneran membantu sekali untuk lebih dapat mengontrol diri ketika ada sesuatu yang tidak diinginkan tiba-tiba benar terjadi. Dalam salah satu wawancara penulis dengan Cania Citta, pada suatu kejadian, Cania mengatakan bahwa dia menyimulasikan dahulu reaksi buruk netizen yang bakal terjadi sehingga ketika reaksi buruk tersebut beneran terjadi, dia bisa dengan kepala dingin menyelesaikannya, bahkan bisa berdiskusi dengan netizen yang memberikan reaksi buruk tersebut. Ketika hal ini aku praktekkan, beneran reaksi yang kuberikan beda banget sebelum aku mempraktekkan hal ini, alhasil aku tidak merasa bersalah dan merasa pikiran lebih tenang untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Nah, ada juga suatu hal yang sering kita lupakan (apalagi kalau sudah emosi): Kita sering ribet sendiri ketika dihadapkan pada suatu masalah sehingga terlalu fokus pada masalah tersebut, menyakiti pikiran dan perasaan sendiri, namun tanpa penyelesaian. Ini ada satu kalimat dari Marcus Aurelius, "(Mendapat) ketimun pahit? ya buang saja. Ada semak berduri di jalan setapak yang kamu lalui? ya berputar saja. Itu saja yang perlu kamu ketahui. Jangan menuntut penjelasan, "kenapa ada hal (tidak menyenangkan) ini??" Bener, kan? Jadi, kita tidak perlu buang-buang waktu untuk marah, kesel, mikirin tentang hal tersebut sampe jadi bad mood, is it really worth our time and energy? Tapi, kita fokus pada penyelesaiannya, seperti yang sebelumnya sudah kutuliskan, kita bisa menuliskan kegelisahan kita tersebut dan lebih fokus ke penyelesaiannya. Ingat: Akan selalu ada hal-hal yang tidak dapat kita kontrol, hanya persepsi, perasaan, pemikiran, dan tindakan diri kita yang bisa kita kontrol :)
Sebenarnya masih banyak hal yang perlu dipelajari dari buku Filosofi Teras, tapi untuk kali ini, catatanku sampai disini dulu ya. Udah letih adinda, ahahahaha. Yang penasaran tentang Filosofi Teras, skuy beli bukunyaa :) beneran worth it.
Hii kak, salam kenal. Aku follow instagram kakak, kebetulan berminat untuk mendaftar di NCHU. Jika berkenan mohon diacc yaa. Terima kasih;)
ReplyDeleteHalo, salam kenal.^^ Maaf ya baru baca komen ini. Siiiiap, BTW, username IG nya siapa ya ^^?
Delete