Satu hal yang selalu ditanyakan kepada saya sepulang dari Taiwan adalah: "Di Taiwan makannya gimana?", "susah ya cari makanan halal di sana?", atau "di Taiwan ada mesjid?". Pertanyaan-pertanyaan tersebut menyiratkan hal-hal pokok bagi seorang muslim, terutama ketika tinggal di negara yang muslim menjadi minoritas. Makan adalah salah satu aktivitas pokok untuk mendapatkan energi bagi tubuh, dan sebagai seorang muslim memang tidak semua jenis makanan dapat kita makan. Oleh karena itu, masalah halal-tidaknya makanan menjadi satu bagian penting apalagi ketika berada di negara yang mayoritasnya bukan beragama Islam. Selain itu, muslim juga diwajibkan untuk shalat lima waktu dalam sehari, jadi sebagai muslim kita juga harus memikirkan bagaimana mengatur waktu dan aktifitas sehingga dapat tetap mempertahankan ibadah di negara yang tidak memperdengarkan azan dan tidak menyediakan banyak mushala. Hal lain, bagaimana pula cara kita istiqamah dengan prinsip hidup kita sembari tetap bergaul dengan teman-teman yang beragam pemikirannya. Jadi, di sini saya akan bercerita tentang pengalaman saya selama belajar di Taiwan (National Chung Hsing University (NCHU), Taichung) selama 2 tahun dari sisi sebagai pelajar muslim.
Tidak ada masalah dengan shalat, :)
Adakah Mesjid di Taiwan? Ada, dan bahkan bukan hanya mesjid, di beberapa tempat juga disediakan mushala, untuk lebih jelasnya silahkan buka di website ini: taiwanhalal. Di berbagai kota besar di Taiwan akan minimal ada satu mesjid di setiap kota. Di Taichung sendiri, letak mesjidnya cukup dekat dengan NCHU, sekitar 25 menit yang dapat ditempuh dengan bus 73 dari halte utama universitas. di Taichung Station, para pekerja Indonesia juga menyewa suatu gedung sebagai mushala dan kegiatan lainnya, jadi setiap akhir pekan, kita juga bisa shalat di mushala tersebut jika kebetulan berada di situ. Beberapa tempat pariwisata terkenal juga menyediakan mushala seperti Alishan (Gunung Ali) karena Taiwan juga sedang gencar dalam menyediakan halal tourism. Bukan hanya di tempat wisata, di beberapa stasiun-stasiun bus, kereta api, atau HSR yang utama juga menyediakan mushala, di universitas juga menyediakan mushala terutama jika mahasiswa muslimnya ada banyak. Untuk lebih tahu banyak tentang tempat wisata yang muslim-friendly, bisa kembali buka situs : TaiwanHalal. Lalu bagaimana jika universitas tempat kita menimba ilmu tidak memililiki mushala? Kita bisa mengajukan melalui office of international affairs (OIA) kampus, jika mahasiswa muslimnya banyak, mereka kemungkinan besar akan bersedia menyediakannya (hal ini sukses dilakukan mahaisiswa CTUST).
Mesjid Taichung yang saya foto ketika Idul Adha 2015 lalu |
Guguan Hot Spring, di sini juga disediakan toilet muslim-friendly |
Bagaimana kita shalat di waktu-waktu perkuliahan? Di Taiwan (NCHU, Taichung), mahasiswa fisika seperti saya diwajibkan untuk tetap berada di laboratorium dari Senin-Jumat (09.00-18.00) sehingga saya juga harus menyeimbangkan kegiatan kuliah dan shalat. Seseorang pernah berkata kepada saya bahwa salah satu hal yang penting kita utarakan ketika bertemu dengan profesor pengampu laboratorium yang kita pilih di Taiwan adalah mengatakan bahwa kita sebagai muslim diwajibkan untuk shalat dan bertanya jika memungkinkan adakah tempat yang dapat kita pergunakan untuk shalat atau mungkin kita mengutarakan jam-jam shalat kita (Hal ini jika di universitas kita belum tersedia mushala). Namun, saya lupa mengatakannya ketika pertama kali bertemu dengan profesor saya. Untungnya asrama saya dekat dengan gedung perkulihan dan laboratorium fisika sehingga cara saya mengatasinya adalah dengan selalu pulang ke asrama selama jam shalat zuhur (bersamaan dengan makan siang), ashar, dan maghrib.
Berbeda dengan teman saya di jurusan biologi, dia mengatakan kepada profesor-nya tentang masalah shalat ini dan profesor tersebut menyediakan tempat khusus baginya untuk shalat, bahkan profesor tersebut menawari apakah perlu ambal khusus atau sejenisnya. Baik sekali bukan? Salah satu alasannya karena ternyata orang yang menjaga orang tua profesor tersebut adalah seorang muslimah Indonesia sehingga beliau mengerti tentang masalah shalat ini, Masya Allah! Jadi, bagi pembaca muslim yang tertarik untuk kuliah di Taiwan dapat mempergunakan saran ini karena kebanyakan orang Taiwan adalah orang yang berpikiran terbuka, jadi tidak masalah untuk mengutarakan sesuatu.
Tempat shalat di lab yang ditunjuki oleh senior saya dari Thailand |
Ada satu hal yang membuat saya terharu, yaitu perhatian senior saya yang berasal dari Thailand, namanya Benny. Dia yang melihat saya selalu pulang ke asrama selama jam-jam shalat merasa kasihan karena saya harus berjalan jauh lagi dan mendaki tangga yang banyak di asrama putri sehingga dia pun menawarkan solusi, yaitu shalat di suatu tempat di lab yang jarang dimasuki orang, bahkan tempat tersebut juga sering dipergunakan untuk beristirahat bagi teman-teman satu lab yang lain. Dia pun menunjuki tempat tersebut dan mengatakan kepada saya bahwa saya dapat membersihkan dan meletakkan ambal di situ. Masya Allah! Saya sangat terharu. Dia memang sedikit mengerti tentang Islam karena di Thailand pun sebagian penduduknya muslim dan dia juga memiliki teman seorang muslim. Saya pun sering shalat di tempat tersebut meski tidak setiap hari. Saya pun bertanya kepada profesor saya pada suatu kesempatan apakah saya boleh shalat di tempat tersebut, dan profesor saya mengatakan hal itu tidak masalah selama teman-teman saya tidak merasa terganggu. Selanjutnya seorang teman Taiwan saya menawarkan kardus sebagai alas untuk tempat shalat saya agar lebih bersih, Masya Allah! Allah Maha Mendengar, meskipun saya hanya berkata-kata di dalam hati.
Senior saya, Benny, yang telah menunjukkan saya tempat shalat di lab |
Lalu, bagaimana jika sedang berpergian di luar? Biasanya saya akan mencari tempat yang agak sepi dan menentukan arah kiblat dengan bantuan handphone, lalu melakukan shalat. Hal ini yang sering dilakukan pelajar muslim lainnya, bahkan senior saya yang juga dari Indonesia juga shalat di lorong gedung ketika sedang bekerja part-time di gedung tersebut. Untuk wudhu, saya biasa membawa botol minum yang dapat diisi air keran untuk membasuh kaki di toilet atau di luar gedung. Teman-teman yang sudah tahu akan aktifitas ini pun sudah maklum dan memberikan waktu untuk saya untuk shalat (kadang mereka akan menunggui saya).
Apakah banyak orang Taiwan yang memperhatikan ketika kita shalat? Sepertinya iya (atau hanya perasaan saya saja?). Tetapi berkaitan dengan hal ini, ada satu kejadian yang tidak menyenangkan akibat ulah ISIS dan pemberitaan media yang tidak begitu baik tentang Islam. Kejadian itu terjadi setelah aksi ISIS yang benar-benar efektif menghancurkan citra Islam di mata orang-orang non-muslim yang belum tahu sepenuhnya tentang Islam. Pada saat itu, saya dan teman-teman dari organisasi Formmit Tengah sedang berjalan-jalan di IKEA (supermaket perabotan rumah tangga yang sangat mewah), dan waktu maghrib pun tiba, kami pun sepakat untuk shalat di suatu area kosong di basement gedung. Kami pun shalat berjamaah, tetapi selepas shalat seorang satpam ternyata telah berada di dekat kami dengan wajah yang penuh selidik hingga kami segera bergegas pergi. Untungnya beliau tidak membubarkan kami ketika sedang shalat. Saat itu kami menyimpulkan bahwa ada pengunjung yang merasa khawatir akan aktifitas kami yang mungkin dikaitkannya dengan apa yang dilakukan ISIS dan melaporkannya kepada satpam. Tetapi, beberapa kali kami shalat berjamaah di daerah wisata, beberapa orang hanya melihat dengan rasa penasaran saja bukan dengan maksud khawatir.
Jadi, menurut pengalaman saya, tidak ada masalah untuk shalat di manapun di Taiwan. Untuk paduan ibadah yang lebih baik ketika berpergian, mungkin sebaiknya kita banyak belajar lagi fiqih tentang hal ini dan berkonsultasi dengan ulama-ulama yang kita kenal sebelum kita berada di medan juang.
Next Part: Mencari Makanan Halal di Taiwan
Comments
Post a Comment