Lebaran tahun 2019 merupakan lebaran yang sangat kuingat, karena pada saat itu ibuku meninggal dunia. Namun, aku tak akan membahasnya di sini, hanya saja jalan-jalan kali ini menjadi spesial karena merupakan salah satu terapi bagiku.
Sebenarnya saat itu bukan hanya aku dan Bu Iin yang hendak pergi berpelesir ke beberapa lokasi wisata di Brastagi, namun ternyata teman-teman yang lain tidak bisa ikut pada hari tersebut sehingga kami pun sepakat untuk pergi berdua saja.
Pagi hari kami sudah bertemu di daerah Simpang Pos Medan karena di daerah tersebut sangat banyak bus yang akan berangkat ke Brastagi. Kami memilih bus yang ber-AC, meskipun harganya lebih mahal (di tahun 2019, Rp.20.000/orang) namun akan lebih nyaman karena tidak ada asap rokok. Untuk informasi saja, bagi pembaca yang ingin berpergian dengan bus di daerah Sumatera Utara, sebaiknya memilih transportasi yang menyediakan AC, karena jika tidak demikian maka akan dapat dipastikan pembaca sekalian akan terpapar asap rokok dari penumpang lain selama perjalanan.
|
Ketika turun dari bus, maka kita akan menemukan tugu ini |
Kami berhenti di Kota Brastagi yang ditandai dengan tugu seperti pada gambar dan berjalan ke arah pasar buah untuk sekedar berkeliling, melihat penjual hamster, kelinci dan anjing kecil. Selanjutnya kami berangkat menuju Gundaling dengan angkot (ongkos Rp. 3.000,-).
|
Pemandangan di Gundaling (1) |
|
Pemandangan di Gundaling (2) |
|
Kayu itu berbetuk hati sehingga kita bisa berfoto di sini secara kekinian |
|
Spot foto kekinian, banyak orang mengantri (ada juga pemuda-pemuda lokal yang menawarkan jasa foto) |
|
Pemandangan di Gundaling (3) |
Setelah lelah berkeliling dan berfoto (juga makan siang), kami pun shalat zuhur di Mesjid Istihrar yang kami tempuh dengan menaiki angkot.
|
Mesjid Istihrar |
|
Pasar buah dan souvenir Berastagi |
Selanjutnya kami kembali ke Pasar Buah dengan berjalan kaki dan selanjutnya kembali ke daerah Tugu Brastagi untuk naik angkot ke Taman Lumbini, yang merupakan merupakan replika pagoda Shwedagon yang berada di negara Myanmar. Taman Lumbini terletak di Desa Dolat Rayat, Kota Brastagi, Sumatera Utara. Taman ini sebenarnya dipusatkan sebagai tempat peribadatan dan wisata religi agama Budha; namun, ada banyak wisatawan dan pengunjung ke Taman ini karena desainnya yang membuat kita serasa berada di luar negeri, bahkan masyarakat setempat juga menyewakan baju Korea (Hanbok) beserta payungnya. Taman Lumbini masuk ke dalam museum rekor Indonesia sebagai pagoda tertinggi di Indonesia dan merupakan replika tertinggi kedua di Asia Tenggara (sumber: Wikipedia).
Sebagai catatan, jika ingin masuk ke Taman Lumbini sebaiknya jangan terlalu sore karena pukul 17.00 mereka akan tutup dan meminta pengunjung meninggalkan area taman. Kami keluar ketika speaker dari pengurus Taman Lumbini berkumandang menyerukan para pengujung untuk dapat meninggalkan Taman. Karena ketiadaan angkot, kami pun berjalan menuju jalan raya; pemandangan sepanjang jalan pulang perlu diapresiasi.
|
Pemandangan di jalan menuju Taman Lumbini (1) |
|
Pemandangan di jalan menuju Taman Lumbini (2)
|
|
Pemandangan di jalan menuju Taman Lumbini (3)
|
|
Pemandangan di jalan menuju Taman Lumbini (4)
|
Lalu, kami menaiki angkot kembali ke jalan raya utama dan sebelumnya singgah di toko bunga yang menarik hati untuk membeli beberapa bunga.
|
Salah satu toko bunga di pinggir jalan Kota Berastagi |
Aakkkkkkkkk, kangeeeeennnn,,yok lagi yookkk 😍
ReplyDeleteyoook bu....
Delete