Skip to main content

Review Dua Buku (Januari 2020)

Tulisan ini juga diterbitkan di blog saya yang lain di heksaviolet.wordpress.com
Tahun 2019 lalu aku banyak membeli buku online yang second hand di toko online Prelo dan Shopee. Dari beberapa buku yang kubeli tersebut, Januari 2020 ini aku menghabiskan membaca dua buku, yaitu buku ’99 Perbedaan Cara Mengelola Waktu Miliader Vs Orang Biasa’ karya Monica Anggen dan Erlita Pratiwi serta ‘Surat Dahlan’ karya Khrisna Pabichara. Kali ini aku akan mengulas kedua buku tersebut.
Picture1

Buku 99 Perbedaan Cara Mengelola Waktu Miliader Vs Orang Biasa;

Aku beri rating 5/5 untuk buku ini, alasannya karena kata-kata yang mengalir dalam buku ini tidak klise dan benar-benar to the point. Tampilan bukunya juga menarik dengan judul tiap bab ditandai dengan tanda # dan langsung menyebutkan perbedaan Miliader dan Orang Biasa. Penjelasan yang diberikan pada tiap bab juga tidak terlalu panjang, tetapi sangat tepat menghujam ke inti permasalahan. Pada tiap bab juga diberi awal berupa pepatah atau kutipan dari orang-orang yang terkenal. Dari ke-99 perbedaan tersebut, ada beberapa perbedaan yang sangat mengena di hatiku, yaitu:
  • Miliader mengisi waktu luang dengan belajar, sedangkan orang biasa mengisi waktu luang dengan bersenang-senang. Di dalamnya diambil sebuah kutipan dari H.Jackson Brown bahwa kita sering mengeluh bahwa kita tak memiliki cukup waktu untuk sukses, padahal Tuhan memberikan waktu yang sama untuk semua manusia; waktu yang kita miliki sama dengan waktu yang dimiliki oleh Albert Einstein misalnya…Hahaha, sungguh mengena sekali bagian ini, kebanyakan waktu memang tidak kupergunakan secara maksimal.
  • Miliader membiarkan hasil yang berbicara, orang biasa hanya membicarakan betapa sibuknya mereka. Aku sangat suka dengan penjelasan yang diberikan di sini dan kutipan dari Stephen King bahwa “Seorang penulis adalah produsen kata-kata. Kalau anda memproduksi kata-kata berarti anda adalah penulis. Kalau tidak, berarti anda bukan penulis”. Intinya, kita harus talk less do more, yang sering sulit dikerjakan.
  • Miliader segera mengambil tindakan untuk segera meraih kesuksesan dan dapat memanfaatkan peluang. Pepatah yang dimunculkan pada awal bab sangat menggugah sekali, yaitu: “Jangan Menunggu karena tak ada waktu yang tepat” (Napoleon Hill). Jadi, kebanyakan orang yang sukses itu tidak hanya menghayalkan apa yang akan dikerjakannya, tetapi juga langsung mengambil langkah kecil untuk melakukan apa yang ingin dicapainya. Juga, sesuatu permasalahan dapat menjadi peluang bagi seorang yang sukses. Contohnya Jack Dorsey, pemilik Twitter, yang ketika sedang mengunjungi temannya yang saat itu ingin menjual barang secara online namun tidak dapat menerima pembayaran dalam bentuk kartu kredit, maka dia langsung mencoba menyederhanakan permasalah tersebut dan mengambil tindakan, sehingga lahirlah Square, yaitu aplikasi di smartphone yang dapat menerima pembayaran kartu kredit atau kartu debit.
  • Miliader menyediakan waktu khusus untuk belajar dengan cepat, orang biasa belajar sedikit demi sedikit dalam waktu lama. Di dalamnya dijelaskan bahwa Bill Gates meskipun sibuk selalu menyempatkan waktunya untuk belajar, dia menyediakan satu minggu yang disebut “Think Week” untuk mempelajari hal baru tanpa adanya gangguan dari luar. Meskipun bagiku ini hampir tidak mungkin kulakukan, tetapi menjadi penyemangat untuk terus belajar berbagai hal, apalagi yang berkenaan dengan bidang ilmu yang kita tekuni.
Sebenarnya masih banyak sekali pelajaran berharga yang bisa kita dapatkan dari buku ini, meskipun tujuan kita bukan untuk menjadi seorang miliader. Penasaran seperti apa? segera baca bukunya saja ya.

‘Surat Dahlan’ karya Khrisna Pabichara;

Novel ini adalah novel kedua dari trilogi novel biografi Dahlan Iskan, aku sudah membaca buku pertamanya yang berjudul ‘Sepatu Dahlan’. Menurutku buku yang kedua lebih menarik, dari segi cerita juga dari segi penulisan. Novel ini mengisahkan perjalanan Dahlan Iskan semasa kuliah di Kalimantan dan bagaimana beliau menjadi seorang jurnalis di Mimbar Masyarakat dan Majalah Tempo; nyatanya, beliau memiliki kemampuan yang sangat baik dalam bidang jurnalis hingga karirnya bisa naik dengan baik. Selain itu, novel ini juga menggambarkan suasana politik yang memanas di zaman Pak Harto dengan adanya demonstrasi mahasiswa seperti tahun 2019 lalu. Aku pun menyadari bahwa siapapun pemimpin negeri ini, demonstrasi seperti itu tidak akan pernah luput; itulah politik.

Sebenarnya maksud ‘surat’ di judul novelnya menggambarkan surat ‘cinta’ atau ‘kabar’ dari kampung halaman Dahlan Iskan di Kebon Dalem, Jawa Tengah ke Kalimantan. Jadi, keseluruhan novel memang nuansanya lebih didominasi dengan kisah percintaan.

Yang aku suka dari novel ini adalah adanya kisah hikmah yang diselipkan di beberapa bagian. Kisah yang kusuka di novel kedua ini adalah kisah monyet yang mencari makan, akhirnya dia mendapatkan kacang polong dari suatu kebun. Namun, di tengah jalan satu butir kacang terjatuh; dia merasa sayang dengan satu butir kacang tersebut hingga demi mencari satu butir kacang polong, dia meninggalkan seluruh kacang polong miliknya di suatu tempat. Ketika dia sudah menemukan satu butir kacang polong tersebut dan kembali ke tempat tersebut, ternyata ayam-ayam sudah menghabiskan kacang polongnya. Hikmahnya: Kadang kita lupa mensyukuri nikmat yang kita terima karena mungkin nikmat tersebut sudah biasa bagi kita hingga kita mengejar satu hal lain yang lebih kecil dengan melalaikan nikmat yang ‘lumrah’ tadi. Untuk lebih mendalami keseruan cerita, segera saja baca novelnya ya.

Jadi, dua buku di atas adalah buku yang bisa kubaca pada Bulan Januari 2020; untuk Review Buku Bulan Februari akan menyusul kemudian. Selamat Membaca!

Comments