Skip to main content

Manajemen Waktu atau Manajemen Diri?

Sebenarnya 24 jam adalah waktu yang lebih dari cukup untuk menyelesaikan tugas-tugas kita sebagai manusia, baik untuk beribadah, bekerja, maupun beristirahat. Namun, kebanyakan kita selalu tidak dapat memanajemen waktu tersebut (atau memanajemen diri?) hingga 'deadline' pekerjaan terasa sangat membebani diri kita dan waktu untuk bekerja bahkan menyita diri kita hingga kita tidak memiliki waktu bersama keluarga. Lalu, sebenarnya bagaimana cara agar kita dapat menyeimbangkan hidup kita selama 24 jam? Ada banyak teori yang berkenaan dengan ini, dan kali ini saya akan berbagi tentang cara memanajemen waktu (atau diri?) berdasarkan Stephen R.Covey yang saya ambil dari buku beliau yang sangat terkenal, "The 7 Habits of Highly Effective People".


Nah, dalam buku ini dijelaskan bahwa salah satu kebiasaan orang yang efektif, yaitu melakukan hal yang utama dahulu dalam hidup (put first thing first). Yang dimaksud hal utama disini adalah tergantung individual masing-masing, tergantung prioritas apa yang diinginkan masing-masing orang. 

Sebenarnya ada banyak sekali cara memanajemen waktu, generasi pertama mengatakan manajemen waktu dengan membuat catatan pekerjaan yang ingin dilakukan atau berupa daftar pekerjaan yang ingin diselesaikan. Generasi kedua membuat manajemen waktu dengan berdasarkan kalender dan juga juga catatan janji/pertemuan. Sedangkan generasi ketiga melihat bahwa adanya kepentingan antara manajemen waktu dengan sasaran (goal) yang ingin kita capai, hingga ketika kita mengatur waktu, kita juga harus mempertimbangkan bahwa aktivitas-aktivitas tersebut dapat menuntun kita mencapai sasaran yang kita inginkan. Generasi ketiga yang kelihatannya memberikan cara yang cukup efektif untuk memanfaatkan waktu nyatanya malah menjadikan kita orang yang terlalu kaku dan tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang berlangsung spontan. Lalu, manajemen seperti apa sih yang sebenarnya baik untuk kita?

Baiklah, kita akan melihat generasi keempat yang menitikberatkan pada manajemen diri bukan manajemen waktu. Generasi ini memfokuskan diri untuk meningkatkan hubungan-hubungan (relationship) dalam hidup dan hasil (result) yang membuat kita puas, bukan memfokuskan diri pada 'apa' (things) dan waktu (time) mengerjakannya.

Sebelumnya membahas lebih lanjut, kita diminta untuk memperhatikan bahwa sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari, kita melakukan hal-hal yang dikategorikan dalam tabel berikut, 

The Time Management Matrix
Jadi, seperti yang terlihat pada matriks di atas, Quadrant I adalah kegiatan yang penting dan mendesak, biasanya kegiatan seperti ini berasal dari tempak kita bekerja. Seringnya Quadran I akan mengambil banyak waktu dan diri kita, sehingga kita yang kelelahan pada akhirnya langsung beranjak ke Quadran IV (Aku sering melakukan ini). Sedangkan, Quadran II adalah kegiatan yang sebenarnya merupakan hal-hal yang dapat membangun jiwa kita, orang yang waktunya berada pada Quadran II merupakan orang yang memiliki manajemen personal yang efektif. Quadran III dan IV merupakan  kegiatan-kegiatan yang perlu kita hindari karena kegiatan tersebut tidaklah penting.

Berdasarkan hal di atas, terlihat bahwa sebagai orang yang belajar untuk menjadi orang yang efektif, maka kita perlu untuk mempelajari tentang Quadran II, namun sebelum kita beranjak lebih jauh kepada pembahasan tentang Quadran II, maka kita akan melihat terlebih dahulu hasil apa yang kita peroleh jika kita terus-menerus berada di Quadran I, III, dan IV.

  • Jika kita berada di Quadran I terus-menerus, maka kita akan selalu mengalami krisis manajemen, dan selalu berada di daerah 'deadline' sehingga menimbulkan stress. Hal inilah yang sering terjadi oleh kita, terutama oleh pekerjaan-pekerjaan yang berasal dari tempat kerja kita.
  • Sering kali, selain berada di Quadran I, kita juga terjebak di Quadran III, dimana jika kita tidak dapat meng-handle-nya dengan baik, maka akan terjadi krisis manajemen dalam diri kita, merasa diri selalu menjadi korban, dan hanya menghasilkan fokus jangka pendek. 
  • Setelah kita lelah berada di Quadran I dan III, kita kemudian melarikan diri ke Quadran IV. Namun, kita perlu sangat berhati-hati, karena jika kita terus menerus berada di Quadran IV maka hasilnya adalah sikap tidak bertanggung jawab dan kemungkinan besar mendapatkan pemecatan dari tempat kerja.
Berdasarkan hal di atas, maka sebenarnya kita harus belajar untuk berada pada Quadran II yang bersesuaian dengan visi dan misi kita. Jadi sebenarnya sebelum kita mendalami tentang bagaimana mengatur jadwal sehingga kita berada di Quadran I, kita harus mempunyai visi dan misi terlebih dahulu. Juga terdapat satu hal yang sangat perlu kita pelajari dan aplikasikan jika ingin berada di Quadran I: Kita harus belajar untuk berkata ,"tidak", alias menolak untuk kegiatan yang bukan prioritas kita. Sesuai dengan kebudayaan timur yang kita dalami, adalah sangat tidak 'nyaman' bagi kita untuk mengatakan 'tidak' untuk suatu permintaan dalam rangka penghargaan terhadap orang tersebut, tetapi justru hal itu membuat kita kurang menghargai waktu dan prioritas hidup kita sendiri. Oleh sebab itu, kita harus berani mengatakan 'tidak' jika memang kita tidak memiliki waktu untuk hal tersebut.

Ada 6 kriteria penting yang perlu kita penuhi untuk menjadi seseorang dengan Quadran II, yaitu:

  1. Coherence. Harus adanya kesatuan atau integritas antara visi dan misi kita dengan jadwal-jadwal yang kita buat, atau dengan kata kain, pada buku catatan jadwal kita harus tertera visi dan misi kita (personnal mission) sehingga kita selalu mengingatnya dan terus mengacu pada visi dan misi tersebut.
  2. Balance. Kita tetap harus menciptakan keseimbangan pada hidup kita, yaitu pada hal-hal: kesehatan, keluarga, persiapan profesi, atau pengembangan diri.
  3. Quadran II Focus. Harus ada alat yang memotivasi kita untuk dapat menghabiskan waktu di Quadran II, dan salah satu alat yang direkomdasikan oleh penulis disini adalah dengan pengorganisasian mingguan. Dalam pengorganisasian ini, kita menandai satu hari dengan hari lainnya sebagai sesuatu yang memiliki makna berbeda, misalnya, satu hari kita tandai untuk fokus kepada investasi, hari berikutnya untuk fokus kepada relaksasi atau inspirasi. Kuncinya adalah bukan memprioritaskan apa yang ada di jadwal kita, tetapi menjadwalkan prioritas kita
  4. "People" Dimension. Dalam membuat jadwal kita harus mempertimbangkan efektivitas kita sebagai manusia, kita bukan komputer yang bisa bekerja tanpa henti. 
  5. Flexibility. Jadwal yang kita buat harus bersifat fleksibel, artinya bentuknya sesuai style dan kebutuhan kita
  6. Portability. Sebaiknya buku harian tersebut bersifat portable, kita bisa membawanya kemana pun sehingga ketika kita, misalnya berada di angkot, kita bisa membukanya kembali dan merenungi visi dan misi kita sebagai suatu motivasi. 
Ada 4 aktivitas dalam manajemen waktu Quadran II, yaitu:
  1. Awalnya kita harus mengidentifikasi peranan kita dalam kehidupan: sebagai seorang individu, karyawan, suami atau istri, orang tua, guru, dsbg. 
  2. Selanjutnya berdasarkan peranan-peranan di atas, kita dapat memilih tujuan apa yang ingin kita capai pada minggu ini.
  3. Hal yang berikutnya adalah dengan membuat jadwal. Kita bisa memilih hari khusus (misalnya hari minggu) untuk membuat jadwal berdasarkan peranan dan tujuan kita minggu ini.
  4. Dan yang terakhir, kita harus me-review jadwal tersebut, misalnya setiap pagi, sehingga kita dapat beradaptasi setiap harinya. Sekaligus juga dalam mengantisipasi beberapa hal yang muncul tiba-tiba. 
Hal selanjutnya tentu saja: Mulai Melaksanakannya! Memang cukup sulit bagi kita untuk memulai hal yang baru seperti ini, tetapi jika kita berusaha untuk memulai, mempelajari pelan-pelan, dan melaksanakannya, maka efek positifnya adalah kita dapat memanajemen diri kita pada akhirnya, mendalami hidup yang lebih efektif dalam mencapai cita-cita. Aku sendiri sedang berjanji untuk tidak mengorbankan hidupku dalam lingkaran pekerjaan dengan mempelajari hal-hal di atas. The thing is kita sebaiknya memanajemen diri, bukan memanajemen waktu. Good Luck!

Referensi: Covey, Stephen R. The seven habits of highly effective people. London: Simon and Schuster, 1992.






Comments