|
This is Toba lake |
Keesokan harinya, kami segera keluar pagi hari untuk dapat menikmati
sunrise. Alangkah segarnya alam Samosir di pagi hari. Kami menuju jembatan untuk melihat kemungkinan menatap
sunrise yang kami harapkan akan timbul dari balik perbukitan, tetapi ternyata
sunrise tidak muncul dari arah tersebut. Kami pun berbalik arah dan menuju dermaga, akhirnya kami mendapati secercah cahaya di balik perbukitan di seberang sana dengan kabut tebal yang menutupinya. Segera saja kami menyiapkan kamera untuk menangkap
sunrise tersebut, nyatanya kabut sangat tebal hingga pemandangan
sunrise yang kami harapkan tidak kami dapati. Dermaga tampak agak ramai oleh turis-turis yang akan kembali ke Parapat. Hingga kami hanya memotret apa yang ada. Lalu, temanku mengatakan, "Siti, you know, the best place to see the sunrise is in the beach,". "I guess so," kataku sambil beranjak dari dermaga dan menuju ke hotel.
|
Sunrise di Dermaga Tuk-Tuk |
Pagi ini aku ingin memperkenalkan salah satu kuliner khas Indonesia kepada temanku, yaitu Lontong Sayur. Nah, masalahnya apakah di daerah ini ada yang berjualan lontong pagi-pagi? Ternyata ada! (
Kan masih di Indonesia, ya jelas ada dong!). Sebuah rumah makan yang bertanda Rumah Makan Islam menyediakan sarapan lontong, harganya Rp.8.000,- sudah dengan telur balado, rasanya sangat enak! Aku suka sekali dengan gulainya, santannya kental dan gurih. Juga ada mie gomak-nya, sedapnya! Temanku juga sangat senang dengan makanan ini, dia suka dengan santannya. Namun, dia agak terkejut dengan sambal cabe yang merah menyala karena kemarin kami juga memakan sambal serupa untuk sarapan dan makan siang jadi dia merasa bingung kenapa di setiap makanan akan ada sambal tersebut. Akhirnya dia menyadari bahwa sambal adalah salah satu makanan pokok dari hampir semua orang Indonesia di Sumatera Utara, hampir sebanding dengan nasi. Setelahnya temanku merasa sangat kenyang walaupun bagiku porsinya kurang banyak.
|
Peta Samosir yang akan kami jelajahi |
Perjalanan kami lanjutkan dengan rencana berkeliling Samosir dengan sepeda motor. Di daerah ini, hampir semua penginapan menyediakan penyewaan sepeda motor dengan harga Rp.100.000,-/satu hari. Sang penyewa juga mengisikan minyak sebanyak Rp.10.000,-. Jika di tengah perjalanan sepertinya minyak akan habis, maka teman-teman bisa mengisi minyak dimana saja, di kedai atau di Pertamini yang tersedia. Sang pemilik hotel juga memberikan peta Pulau Samosir dan nomor handphone-nya kepada kami, beliau menerangkan arah ke Tomok dan arah ke Ambarita. Karena kami ingin mengelilingi seluruh Samosir, maka kami memilih ke arah Ambarita. Tomok adalah daerah wisata yang sangat terkenal di Samosir, kami takut akan terlalu menghabiskan waktu disana dan tidak mempunyai cukup waktu lagi untuk berkeliling Samosir.
|
Ladang jagung berlatar danau |
|
Ini seperti pemdangan yang sering dilukis anak SD, sawah berlatar gunung |
|
Pinggiran danau yang berpasir putih layaknya pantai di pinggir laut |
|
Rumput pun indah |
|
Pulau Tao dari kejauhan |
Begitu kami beranjak ke arah Ambarita, maka pemandangan indah khas pedesaan dengan latar belakang Danau Toba. Begitu melihat pemandangan indah kami langsung berhenti dan memoto pemandangan tersebut. Sebenarnya di daerah ini ada sebuah museum tentang budaya Batak, tetapi kami tak sempat mendatanginya. Jalanan pada awalnya lurus saja, beberapa saat kemudian kami menemui sebuah simpang. Langsung saja aku melihat peta yang diberikan si bapak, tetapi kami tak menemukan jawaban hingga temanku membuka Maps.me miliknya, sebuah aplikasi yang menyediakan peta dan navigasi secara offline, dan akhirnya kami dapat menemukan jalan yang benar.
Sepanjang jalan kami sering mendapati perkampungan yang rumah-rumahnya masih berupa Rumah Bolon. Aku menjelaskan kepada temanku bahwa rumah itu adalah rumah tradisional Suku Batak, temanku agak heran dengan bentuknya, dia tidak dapat membayangkan bagaimana tinggal di rumah seperti itu karena kelihatannya bagian atap lebih besar dari bagian badan rumah. Aku mengatakan padanya bahwa dia dapat melihat isi rumah tersebut di Tomok. Nyatanya kami tak sempat untuk singgah di Tomok.
Tujuan perjalanan kami selanjutnya adalah Air Terjun Efrata, walaupun beberapa kali kami menemukan gerbang Pantai Pasir Putih Parbaba, tetapi temanku lebih tertarik dengan perjalanan ke Air Terjun karena di Vietnam temanku ini tinggal di daerah pantai jadi dia ingin merasakan pemandangan lain. Berulang kali dia menanyakan kepadaku apakah aku tertarik untuk singgah ke pantai, tetapi aku menolak karena aku takut waktu kami tidak akan cukup. Untuk menuju Air Terjun ini maka kami harus benar-benar memperhatikan petunjuk di jalanan. Untungnya petunjuk dan arah jalannya sangat lengkap jadi kami tidak tersasar, dan ketika kami bimbang langsung saja kami menanyakannya kepada orang-orang di sekitar kami.
|
Jalanan menuju Air Terjun Efrata |
|
Pemandangan di jalan menuju Air Terjun Efrata |
|
Tempat yang cocok buat berfoto |
Ternyata jalan menuju Air Terjun Efrata masih ada yang belum di-aspal hingga sangat kasar dengan bebatuan, apalagi perjalanannya mendaki. Namun, kami tidak pernah menyesal walau tubuh kami terasa pegal karena pemandangannya sangat indah. Dari jalanan mendaki tersebut kita dapat menikmati pemandangan Danau Toba yang luar biasa indah. Sesampainya di Air Terjun, suasana sepi, hanya satu rombongan pelancong yang datang selain kami. Tentu saja hal ini sangat bagus bagi kami karena kami bisa berfoto sepuasnya. Sebelum masuk ke air terjun, seorang anak kecil menghampiri kami untuk memberikan tiket masuk, harganya Rp.2.000,-/orang.
|
Gerbang Air Terjun Eftara dan sepeda motor kami |
|
Ini dia air terjun yang pernah dijadikan latar Film King Kong |
|
tiket masuk |
Selepas berfoto-foto ria, kami pun segera berangkat lagi: perjalanan masih panjang dan kami harus sampai di Tuk-Tuk sebelum pukul 5 sore (Kapal terakhir dari Tuk-Tuk adalah akan berangkat pukul 17.00) untuk kembali ke Parapat. Nyatanya tidak semua jalanan mulus dan di-aspal, pada beberapa daerah (aku lupa namanya) jalanan masih bebatuan kasar hingga kami harus mengendarai motor dengan pelan dan terhempas-hempas. Temanku memang sangat tangguh, sudah berjam-jam dia mengendarai motor ini tetapi masih kuat (Kami bahkan tak sempat singgah untuk makan siang). Ketika tiba di Tomok, aku menawarinya untuk singgah, namun dia menolak karena waktu kami tinggal satu jam lagi. Akhirnya kami tiba di hotel kami pukul 16.20, pemilik hotel bahkan mengatakan bahwa mereka mengira bahwa kami akan kesorean pulang dan mungkin akan menginap lagi.
|
Pemandangan Indah lainnya |
|
di tempat ini kami bertemu dengan tiga turis asing yang juga sedang asyik berfoto-foto (dan memfotokan kami berdua) |
Akhirnya kami masih punya kesempatan makan terlebih dahulu sebelum ke dermaga, kami pun makan di Rumah makan Islam yang sama seperti pertama kali kami datang. Namun, kali ini penyajiannya berbeda karena sambal dan sayurnya langsung diletakkan bersama dengan nasi hingga temanku kembali kaget dengan kehadiran sambal, dia pun memindahkan hampir semua sambal ke piringku. Selepasnya kami pun menuju dermaga dan kembali ke Parapat. Perjalanan selanjutnya menanti di Siantar.
Ada beberapa catatan selama perjalanan. Hal yang kurang menyenangkan di sepanjang perjalanan kami adalah suitan dari beberapa orang di jalan, mayoritas lelaki-lelaki yang kurang kerjaan dan bahkan anak SMP!! Mungkin karena temanku ini kulitnya lebih putih dibanding mayoritas penduduk setempat (termasuk aku), padahal yang terlihat hanya wajah kami saja karena baik aku maupun temanku tertutup dari kepala sampai kaki. Bahkan, kami sempat diikuti dengan seorang lelaki yang sepertinya menyukai temanku. Untungnya lelaki itu masih waras dan ingat akan tujuannya berkendara.
|
Sawah yang mempesona bagi temanku |
Hal lain yang juga agak lucu adalah kenorakan kami dalam berfoto, kami bahkan berfoto di jalanan karena latar belakang yang super keren hingga sawah-sawah orang pun kami foto (bagian ini terjadi atas ide temanku yang entah kenapa terpesona dengan sawah yang bentuknya agak-agak seperti terasering). Salah seorang penduduk setempat yang kebetulan lewat bertanya sambil bergurau kepada kami, "Apa yang kalian foto?" Karena bagi mereka pemandangan seperti itu sudah biasa saja. Hal yang biasa bagi kita terkadang bisa jadi spesial bagi orang yang tidak pernah atau jarang melihatnya.
|
See you next time Samosir! |
Satu hal lagi yang membuat temanku terasa kaget adalah transportasi di daerah ini yang membolehkan penumpang naik ke atap mobil. Aku pun mengatakan bahwa hal itu biasa saja, bahkan untuk mobil yang perjalanannya mendaki, seperti di daerah Berastagi. Dia pun terkejut dengan penyataanku, akhirnya dia menyadari sesuatu dan berkata, "You know what, in my country everyone says that I am crazy, not normal, because sometimes I will do something unusual, but after I lived here for two days, I felt that I was very normal."
Welcome to Sumatera Utara then!
Informasi:
Bagi kamu yang ingin berkeliling Samosir dengan sepeda motor dapat menyewa sepeda motor, biayanya Rp.100.000,-/hari dengan isi bensin 10K. Jika ingin puas berkeliling, maka sebaiknya menginap dua atau tiga hari.
Kapal dari Tuk-Tuk ke Parapat terakhir adalah pukul 17.00, jika terlewat, maka bisa memesan ojek (bisa melalui pemilik hotel) untuk mengantar ke Dermaga di Tomok karena Dermaga Tomok akan buka sampai malam. Untuk info lebih jelas, bisa klik di website ini:
Jadwal Dermaga Pulau Samosir. Ongkos dari Tuk-Tuk ke Parapat atau Parapat ke Tuk-Tuk pada saat itu adalah 20 K (orang lokal akan lebih murah).
Comments
Post a Comment