Skip to main content

The Trip: Jelajah Pulau Samosir (Perjalanan yang Penuh dengan Pemikiran)

Gelisah bercampur senang bercampur menjadi satu di pikiranku: Temanku dari Vietnam akan segera mendarat di Kualanamu International Airport, dan aku masih berada di separuh perjalanan dari Medan. Busnya mogok, pegawainya juga tak kalah mengesalkan: tipikal pegawai di kota ini. Hal-hal yang menggemaskan itu tentu saja menambah perbendaharaan rasa di pikiranku. Namun, tiba-tiba temanku mengirimkan pesan melalui FB messager, Alhamdulillah dia kelihatan bahagia dan santai saja ketika aku mengatakan bahwa kemungkinan aku akan datang terlambat.

Dari bus saja, pemandangan indah Danau Toba sudah terpampang

Namanya Phan Nguyen, dia adalah seorang gadis dari Vietnam yang suka berpetualang. Pada saat berada di Taiwan dia sering sekali pergi mendaki gunung, bahkan dia juga pernah berkeliling Taiwan seorang diri dengan sepeda motor. Jadi, aku sangat yakin temanku ini bakalan senang menghadapi petualangan di daerahku: Sumatera Utara.

Sesampainya di gerbang kedatangan, Kami langsung berpelukan, bertukar kabar, dan menukarkan uang USD miliknya ke rupiah (di Medan tak tersedia penukaran Dong ke Rupiah). Selanjutnya, perjalanan pulang yang cukup dramatis pun kami lalui, tetapi aku tak akan membahasnya di sini karena kejadian seperti itu sudah cukup sering terjadi di kota ini: Yang jelas aku merasa malu dengan temanku ini akibat kejadian tersebut. 

Destinasi wisata Sumatera Utara yang akan kuperkenalkan kepadanya adalah Danau Toba dan Pulau Samosir. Danau Toba yang merupakan danau vulkanik terluas dan terdalam di dunia. Aku merasa sangat senang bisa mengajaknya menikmati sesuatu yang terkenal dan sepertinya dia merasa tertantang untuk datang ke sana. 

Pilihan transportasiku tentunya adalah transportasi umum karena kesan petualangan yang terdapat didalamnya (juga lebih murah tentunya). Aku sangat yakin temanku itu akan sangat tertantang melakukan perjalanan ini. Kami mengambil transportasi KPUM 64 dari rumahku menuju Terminal Bus Sejahtera yang ada di Terminal Amplas, ongkosnya 7 K saja per orang. 

Di dalam mobil penumpang tersebut, temanku merasa agak tidak nyaman karena jendelanya tidak bisa dibuka sehingga udaranya menjadi agak panas. Selain itu, kemampuan supir melakukan putar balik dengan kecepatan yang cukup tinggi di jalanan sempit mengagetkan temanku itu. "Siti, I think the driver can be an actor for Fast and Furious movie," katanya. Aku pun menanggapinya dengan datar karena menurutku hal seperti ini biasa terjadi, apalagi kecepatan supir angkotnya menurutku normal saja, jadi aku hanya menjawab, "Really?! But I think it is just a normal situation here, the speed is not that fast." Temanku pun lebih terkejut lagi mendengar jawabanku. Berulang kali dia bergumam, "The driver is so professional." Tetapi bagiku kecepatan angkot itu benar-benar normal, aku seharusnya mengajak temanku ini untuk naik angkot MRX (Medan Raya Express) yang sering kebut-kebutan agar temanku ini lebih merasakan menjadi salah satu pemain di Fast and Furious yang sebenarnya. 

Setibanya di terminal Bus Sejahtera, temanku lebih lebih terkejut lagi melihat kondisi bus yang sudah sangat tua tersebut. Berulang kali dia meyakinkan diriku apakah aku tidak salah mengambil bus. "Siti, is this really the bus that will take us to Parapat?" tanyanya dengan penuh keheranan. "Yes, of course, why?" Jawabku cukup santai walaupun aku agak terkejut juga melihat kondisi bus yang sudah sangat tua dan dekil. "I thought this kind of bus only existed in the movie, not in the real life," jawabnya dengan agak segan. Aku merasa agak malu bercampur lucu mendengar pernyataannya tersebut. Memang keadaan busnya sangat jauh dari namanya: Sejahtera, namun bus-bus seperti ini sangat sering kutemui di Medan jadi aku merasa biasa saja.

"In my country, this kind of bus will be destroyed by the government, and will be changed with the new one," katanya lagi setelah kami duduk. "Here, if something still can be used, it will be used until it cannot move again, hehe," kataku menjelaskan. Temanku hanya menatapku dengan penuh rasa tidak percaya, dan aku membalas tatapannya dengan wajah datar.

Aku tersadarkan bahwa ada sesuatu di sistem transportasi kita yang harus diperbaiki. Kita butuh perusahaan bus yang dapat langsung menuju Parapat dengan kondisi yang lebih nyaman (atau lebih layak pakai) dibandingkan dengan bus yang ada sekarang. Kita bukannya tidak bisa melakukan hal tersebut, bus-bus dengan tujuan Aceh nyatanya memberikan fasilitas yang mewah dan sangat bagus. Namun, memang realitanya Parapat masih belum menjadi destinasi wisata yang mudah dijangkau. Memang ada beberapa perusahaan transportasi swasta yang menyediakan layanan transportasi menuju Parapat, yaitu Nice Taxi dan Paradep Taxi. Tetapi, kedua jenis transportasi tersebut hanya menyediakan layanan perjalanan menuju Kota Siantar hingga kita harus mengambil transportasi lain dari Siantar menuju Parapat. Aku juga kurang menyukai jenis mobilnya: SUV yang biasa dipergunakan sebagai mobil pribadi karena kita harus rela duduk bersebelahan dengan sangat dekat dengan penumpang lain (aku hanya merasa sangat tidak nyaman dengan situasi dimana aku harus bersebelahan dengan penumpang lelaki). Di sisi lain, kebanyakan penumpang dari Kota Medan menuju Parapat adalah penumpang non-turis yang memang membutuhkan ongkos murah dibanding kenyamanan. Namun, melihat semua situasi ini, di dalam hatiku terbesit keinginan untuk membuat perusahaan transportasi yang nyaman yang melayani perjalanan ke tempat-tempat wisata di Sumatera Utara (tentu saja jika hal ini memungkinkan).

Setelah menunggu agak lama, kami pun tiba-tiba mencium aroma asap rokok yang sangat menyebalkan: Benar saja, seorang lelaki merokok tepat di dua bangku di belakang kami. Temanku tentu saja merasa sangat tidak nyaman, dia berkata,"The bus still not moving, why he needs to smoke inside the bus, he can smoke outside." Aku pun merasa sangat malu kepadanya. "In my country, if somebody is smoking in a public place, many people will be angry to him/her," tambahnya lagi. Aku menjadi tambah malu, akhirnya aku pun berkata kepada lelaki tersebut, "Bang, maaf, teman saya ada sakit asmanya, jadi tidak bisa menghirup asap rokok." Untungnya sang lelaki tersebut tidak marah dan mematikan rokoknya (terkadang, kita akan menemui orang-orang yang justru marah ketika ditegur untuk mematikan asap rokok). Aku pun merasa lega dan kami dapat melanjutkan cerita kami dengan lebih semangat.

Namun ternyata, kenyamanan kami hanya berlangsung dalam hitungan menit, selanjutnya penumpang lelaki rata-rata akan merokok bergantian sepanjang perjalanan dari Medan ke Parapat yang memakan waktu lebih kurang 4 jam. Ok, fix: Kita benar-benar butuh bus AC yang nyaman untuk perjalanan Medan-Parapat dalam rangka menegakkan Wonderful Indonesia!

Vietnam, adalah negara yang baru merdeka dan juga bukan negara berlandaskan agama (mereka itu komunis dan atheis), tetapi mengapa justru masalah 'asap rokok' dan 'kenyamanan transportasi' saja kita masih kalah dibandingkan mereka? Sebuah pertanyaan sekaligus penyataan yang memalukan.

Rute Perjalanan Kami kali ini:
Rumahku (Sei-Sikambing) - Terminal Amplas: KPUM 64 (7K)
Medan-Parapat: Bus Sejahtera dari Terminal Amplas (Kami berangkat pukul 08.30 WIB) 40K

Informasi:
Perjalanan Medan-Parapat dapat ditempuh dengan:

  • Bus Sejahtera dari Terminal Amplas (Langsung ke Parapat)
  • Nice Trans Taxi atau Paradep Taxi di Jl. Sisingamaraja Medan (ke Kota Siantar, lalu mengambil mobil lain ke Parapat)
Next Story: Perjalanan ke Tuk-Tuk



Comments