Skip to main content

The Trip: 5 Hari Mengelilingi Malaysia (Melaka-III)

Peta perjalanan selanjutnya adalah singgah ke salah satu museum, langsung saja kami memasuki Museum Islam Melaka, biaya masuk 3 RM per orang. Museumnya sepi, mungkin karena hari hujan, atau mungkin para pelancong kurang tertarik lagi untuk mengunjungi museum. Dari bagian halaman museum aku melihat para turis yang lewat hanya singgah di depan museum untuk memfoto bangunan museum dari luar.
  
Salah satu sudut Melaka pada kondisi mendung
Museum Islam Melaka ini terdiri dari dua tingkat, bangunannya didesain selayaknya rumah tradisional Melayu yang berbahan dasar kayu, sangat klasik. Di dalam museum, ada banyak pengetahuan tentang Islam, tidak hanya tentang penyebaran Islam di Melaka dan Malaysia, juga mencakup pengetahuan dasar tentang Islam seperti Rukun Islam, Rukun Iman, Al-Qur'an dan pengetahuan Islam lainnya. Sebenarnya sangat bagus bagi para turis yang ingin mengetahui tentang Islam. Museum yang terletak di Jalan Kota ini (tidak jauh dari Stadhuys, dan sederetan dengan museum-museum lainnya) ternyata dulunya adalah bangunan untuk Majelis Agama islam Melaka. Jam buka dari jam 9 - 17.30 (info lebih lanjut bisa buka di website ini: Klik disini).

Potret gapura Museum Islam Melaka dari jalan

Bagian dalam museum yang klasik
Sebenarnya sangat menyenangkan untuk mengunjungi berbagai museum yang ada di Melaka, ada museum kecantikan juga ternyata. Namun, karena aku pergi dengan orang tua maka aku tak bisa mengunjungi museum-museum tersebut, satu museum saja sudah cukup bagi ibuku.

Becak berhias
Perjalanan selanjutnya adalah mencari becak berhias. Biasanya becak-becak ini mangkal di lingkaran air pancur daerah Stadhuys, tetapi kami sudah sangat letih untuk kembali ke sana hingga kami menyetop seorang pakcik yang membawa becak berhias di sebuah simpang. Sebenarnya tarif yang biasanya adalah 30 RM untuk berkeliling ke daerah-daerah wisata di sekitar situ sambil berfoto-foto ria, tetapi sang pakcik menawarkan harga 40 RM, mungkin karena kami terlihat sepeti orang asing (bukan karena wajahku yang seperti bule, tetapi karena logatku yang khas Medan, Horas!). Memang, wawakku mengatakan becak hias tersebut akan lebih mahal untuk orang asing. Ya sudah, daripada lama tawar-menawar, kami pun mengiyakan saja. Namun, bagi teman-teman yang ingin menaiki becak berhias ini lebih baik menawar karena mereka pasti mau jika kita berkeras menawar.

Bangunan bersejarah lainnya yang indah (maaf, lupa namanya)
Si Pakcik banyak bercerita tentang daerah Melaka tersebut (seperti guide), setiap melewati suatu bangunan yang bersejarah, dia akan menceritakan sedikit kisah tentang bangunan tersebut, menawari untuk memfotokan aku dan ibuku di bagunan tersebut. Dari pakcik inilah aku mengetahui bahwa Melaka itu adalah nama buah, buahnya asam dan bentuknya seperti buah cermai. Dia juga menunjukiku pohonnya yang terletak tidak jauh dari benteng Portugis, sekaligus mengambilkan beberapa buah yang sudah berjatuhan.  
Pohon Melaka beserta buahnya
Daerah lain yang merupakan daerah favorit (sekaligus bersejarah juga) bagi para turis adalah A Fomosa yang merupakan benteng peninggalan Portugis. Ada bagian berbukit dengan benteng di atasnya, sangat bagus jika kita datang di pagi hari sekaligus untuk berolahraga ringan: jogging dan menaiki tangganya. Pada pagi hari (Sekitar jam 6) juga ada banyak masyarakat yang bersenam dengan musik ringan di halaman depan benteng juga di halaman depan sebuah bangunan, sungguh menyenangkan. Jika sampai di atas benteng, kita  juga dapat menikmati sunrise.  

Untuk perjalanan kali ini, kami hanya mengunjungi benteng Portugis tersebut dengan cepat dan hanya berfoto di bagian depannya saja. Beberapa destinasi wisata yang dapat dinikmati di sekitar A Fomosa ini juga banyak. Untuk foto-foto di sekitar A Fomosa dapat dinikmati di tulisan sebelumnya (klik di sini)
A Fomosa, ramai pengunjung
Perjalanan selanjutnya menuju dermaga Sungai Melaka, kami berhenti di daerah ini dan menyempatkan diri untuk berfoto-foto sejenak dengan becak hiasnya. Di daerah ini terdapat museum samudra dan sebuah kapal kayu yang besar. Aku dan ibuku memutuskan untuk naik kapal berkeliling sungai terlebih dahulu karena rintik hujan sudah semakin rapat. Tiketnya seharga 10 RM/orang, tetapi kita harus menunggu kapal memenuhi kuota baru bisa berangkat, sehingga aku menyempatkan diri untuk masuk ke Museum Kapal tersebut dengan harga tiket 10 RM. Pada setiap loket tiket, sang petugas akan menanyakan apakah aku orang lokal atau orang asing (berhubung aku memakai jilbab dan wajahku adalah wajah Melayu), tetapi logat Melayu Medan-ku yang kental menyebabkan sang petugas akan menandai bahwa aku bukan orang lokal (aku pun tak berniat untuk berbohong demi mendapatkan harga murah).
Museum Kapal
Pada museum kapal tersebut, kita juga akan ditawari fasilitas self-guide dengan menggunakan earphone khusus yang mempunyai sensor barcode. Kita dapat mendengar penjelasan mengenai suatu benda atau gambar di kapal tersebut dengan menyensor barcode yang tersedia di benda atau gambar tersebut. Untuk menikmatinya kita harus membayar (aku lupa harganya berapa), tetapi karena tujuanku hanyalah untuk berfoto-foto saja, aku pun tidak mengambil fasilitas tersebut.
Bagian dalam kapal
Setelah puas berkeliling (sambil berhujan-hujan ria), aku pun segera kembali ke dermaga untuk mengantri bersama ibuku. Ternyata, peserta sudah banyak, dan kapal pun siap diberangkatkan. Sungguh nikmat rasanya berkeliling dengan kapal tersebut karena kita dapat menikmati berbagai pemandangan sekaligus mendengarkan sejarah di baliknya. Pada kesempatan kali ini aku tidak mengambil foto karena kondisi gerimis yang cukup deras. Jadi hanya merasakan saja.
Tempat yang instagramable di Sungai Melaka 
Bagi ibuku, semua tujuannya untuk berwisata ke Melaka sudah terpenuhi: Berkeliling, menaiki becak hias, dan menaiki kapal untuk berkeliling sungai Melaka hingga ibuku memutuskan untuk pulang ke homestay (padahal aku masih ingin berkeliling). Daerah Melaka ini sangat nyaman untuk dijelajahi karena destinasi-destinasi wisatanya yang berdekatan, dapat dijangkau dengan berjalan kaki, naik becak, atau pesan taksi.

Di daerah depan dermaga ternyata ada pasar yang menjual berbagai souvenir, jadi teman-teman yang ingin berkunjung ke sini dapat membeli suvenir di daerah ini. Daerah lain yang juga menyediakan souvenir khas, yaitu di sekitar Stadhuys.

Ada cerita sedikit pada perjalanan kali ini, saat hendak pulang menuju homestay, tiba-tiba terbersit keinginan untuk mengorder taksi agar kami tidak kebingungan mencari taksi pada pagi berikutnya. Jadi, aku menanyakan pada sekumpulan supir taksi yang sedang duduk beristirahat di bawah pohon (Orang-orang India), aku menanyakan apakah bisa aku memesan taksi untuk ke Malacca Terminal Centre pagi berikutnya pada pukul 7 pagi. Seorang supir taksi mengatakan dengan ekspresi yang berlebihan bahwa jika disuruh datang pukul 7 pagi untuk mendapatkan 20 RM dia akan menolak (lebih baik tidur katanya), tetapi jika dibayar 100 RM dia akan datang dengan semangat (intinya dia menolak orderanku, "biasa aja jawabnya keles," gumamku saat itu). Aku pun merasa kurang nyaman dengan situasi tersebut, untungnya ada supir taksi yang lain menjawab dengan sopan dan diplomatis dengan menyarankan agar aku besok datang di sekitar jembatan jika ingin mencari taksi. Untung juga supir-supir taksi tersebut semuanya menolak, karena aku memakai aplikasi UBER keesokan harinya dan hanya membayar 10 RM (Jika taksi biasa mungkin akan mematok harga 20 RM. Jadi, sangat disarankan untuk memakai aplikasi taksi seperti UBER atau GRAB di Malaysia.

Oh ya, sebelum beranjak ke Penang, aku juga ingin berbagi sedikit cerita tentang kuliner di Melaka, yaitu restoran Hajjah Mona Asam Pedas yang buka dari sore, pukul 17.00 hingga pagi, pada malam hari sangat ramai dikunjungi orang. Kami pun tak mau ketinggalan menyicipi masakan tersebut hingga pada sore hari sebelumnya kami singgah ke restoran tersebut. Aku lupa jenis ikan apa aku pesan, tetapi yang jelas masakan Asam Pedas, kita juga dapat memilih nasinya apakah nasi uduk atau nasi putih dan di setiap meja mereka akan menyediakan nasi tambahan yang sudah dibungkus-bungkus berupa nasi uduk. Harga makanan di sini bergantung pada jenis ikannya, sayangnya aku lupa mencatat harga makanan kami, seingatku tidak begitu mahal. Rasanya asam dan asin (tetapi kurang pedas), bagiku yang keturunan Jawa, juga terasa kurang manis sehingga kurang gurih. Namun, itu kan perihal rasa kesukaan masing-masing orang. Tempat ini juga bagus buat menyicipi cita rasa kuliner Melaka.

Restoran Hajjah Mona Asam Pedas

Satu set makanan Asam Pedas khas restoran ini

Berakhirlah perjalanan kami di Melaka, walaupun masih sangat banyak tempat-tempat yang belum kudatangi, rute selanjutnya adalah Penang, Malaysia.

Comments