Februari 2012, udara panas masih membayangi hari-hari yang dipenuhi kesibukan. Tetapi, rencana untuk bertualang di negeri orang selalu membawa kesejukan tersendiri: Cuti beberapa hari dari berbagai kesibukan yang seakan tiada henti datang dan berlalu.
|
Hasil Jepretan Benteng Peninggalan Portugis di Melaka |
Rencana itu datang juga sebagai hujan yang akhirnya turun pada kemarau panjang. Dan jika perjalanan ini diandaikan sebagai lusinan roti mentega yang renyah, maka pada cerita berikutnya akan saya perkenalkan berbagai pelajaran yang saya dapatkan sebagai potongan-potongan roti.
Baiklah, untuk tidak memperpanjang masalah, saya ceritakan saja perjalanan saya itu. Kami berangkat dari Indonesia menuju Kuala Lumpur pada sabtu pagi pukul 06.15 WIB, yang itu berarti saya harus berangkat dari rumah pukul 04.00 WIB, Angka yang fantastis mengerikan! Sepotong Roti 1: Kesenangan memang kadang meminta tumbal.
Pukul 08.05, kami tiba di Kuala Lumpur dan makan di Restoran Garden Food di sekitar bandara, sebagai seorang Indonesia yang terlanjur cinta dengan bangsa sendiri, aku tetap memilih makanan “Nasi Padang” sebagai santap pagi itu (Walaupun sebenarnya saya hanya membeli sekerat “Telur Mate”). Ketika hendak membayar makanan istimewa itu, kami harus berhadapan dengan seorang lelaki yang penampilannya mengingatkanku pada pengamen jalanan di Simpang Sekambing. Ya lelaki itu adalah pegawai kasir yang dengan seenaknya mengatakan, “Cepat sikit!!” ketika kami hendak membayar makanan itu. Tetapi tenang saja, kami tetap membayarnya dengan slow motion. Jangan mentang-mentang kami cuma beli “Telur Mate” seharga RM.1,5 ya! Potongan Roti 2: Ternyata benar pernyataan bahwa orang Indonesia itu ramah-tamah.
Setelah puas mengelilingi Bandara LCCT dengan menggantungkan tas seberat 6 kg di atas bahu, kami pun berangkat ke Singapura. Setibanya di Bandara Changi, aku serasa berada di Negeri Orang (Memang iya kan?), semuanya berkarpet dan sangat indah arsitekturnya! Kami menaiki Sky Train untuk dapat sampai ke terminal II, dan disinilah berawal tragedi itu: pembelian karcis MRT (Mass Rapid Transportation) yang merepotkan. Tak ada tempat yang dikatakan sebagai loket atau petugas kereta api sebagai tempat bertanya! Yang ada hanyalah beberapa buah mesin yang berbunyi jika tombol-tombolnya ditekan hingga keluarlah tiket berwarna hijau yang bertuliskan “Standard Ticket”. Beberapa orang mengantri di loket-loket mesin itu. Potongan Roti 3: Jika hendak berlayar ke negeri orang yang sudah terlampau maju, bekalilah diri dengan dua macam bahasa: Bahasa Inggris dan Bahasa Mesin. Berlatihlah untuk sering-sering berkomunikasi dengan mesin sejak sekarang, banyak-banyaklah bergaul dengan mesin-mesin otomatis.
|
Hostel yang kami tempati, memang khusus backpacker |
|
Potret Singapura dari kaca bus |
Selalu ada pembayaran yang setimpal untuk segala kerepotan, ibarat Hukum Newton III: Gaya aksi sama dengan Gaya reaksi, malamnya kami sudah lupa akan tragedi karcis tersebut karena kami begitu menikmati keindahan arsitektur berbagai bangunan di Jalan Orchad, di sepanjang jalan berjejer bangunan yang merupakan hasil pernikahan antara seni dan teknologi. Bahkan, di pinggir trotoar sekalipun, terdapat kios-kios foto otomatis dengan bentuk yang sangat unik dan gemerlap menemani pepohonan yang rindang dan kokoh, selain itu ada pula berdiri kaca dengan gambar dekorasi yang sangat indah diantara selipan bunga-bunga dan dedaunan. Pada aspal yang kami injak terdapat pula kerlip lampu yang menimbulkan kesan kemewahan tersendiri. Dapat dikatakan, kami ini bagaikan Ratu Balqis yang menginjakkan kaki di Istana Nabi Sulaiman (Maaf, kalau agak berlebihan). Satu lagi hal yang paling kusuka di tempat ini: banyaknya bangku taman yang bersih terawat. Hingga kami dapat makan es krim Walls seharga $ Sing 2 yang nikmat dengan santai. Ya, taman dan bangku taman adalah tempat yang langka di Kota Medan, jikalau pun ada, kemungkinan besar bangku taman itu dijadikan tempat tidur para pengembara yang kehilangan jiwa (orang gila) dan taman seindah apapun di Kota Medan adalah surga dunia bagi para pengembara itu, sungguh memilukan. Potongan Roti 4: Bagi para pengurus kota atau siapapun yang berwenang dalam pengurusan tata kota yang berniat membangun kota seindah Kota Singapura, hendaklah terlebih dahulu mempertimbangkan hajat hidup para pengembara yang kehilangan jiwa ini.
|
Good Morning dari Singapura |
|
Jepretan lain selama di perjalanan |
Fasilitas MCK merupakan fasilitas yang sangat genting pada saat-saat tertentu, dan saat kami mencoba menggunakan toilet di hostel kami: Ideal Backpacker Hostel, kami menemukan adanya jurang budaya yang terlanjur kami masuki: Tak ada gayung atau pun ember, bahkan penyemprot air yang kecil sekalipun!! Potongan Roti 5: Bagi Anda yang berasal dari sebuah kota kecil yang ada di Negara dunia ketiga yang selalu bergaul dengan sumur, ember dan teman-temannya ketika mandi, saya sarankan untuk selalu menyediakan gelas plastik berukuran sedang dalam tas ketika anda berpergian ke luar negeri. Percayalah!
Pagi menjemput, kami berkumpul di halte bus, hari ini kami akan mengunjungi salah satu tempat khas Kota Singapura: Patung Merlion. Segera kami menyetop angkot versi Singapura (Bus) menuju OUE Bay Front. Sesampainya disana, keindahan dan kerapian kota segera menyergap pemandangan kami. Kelopak kembang kertas, pepohonan rindang, dan air berpadu dengan jembatan batu dan bangunan beton menimbulkan kesan kemanusiaan tersendiri. Di ujung sana terlihat bangunan Esplanade, segera saja kami mengambil posisi berfoto yang tepat. Kami pun menyusuri jembatan menuju Merlion Statue, disepanjang jalan banyak turis yang melakukan fotografi, begitu juga kami. Perbedaan antara turis itu dengan kami adalah soal object fotonya. Jika sang turis memfoto object berupa bangunan dan berbagai keunikan alam, maka kami memfoto diri sendiri dengan berbagai latar belakang khas Singapura, semua ini kami lakukan demi keeksisan kami di dunia traveling.
|
Esplanade? Lupa nama bangunan ini, :( |
|
Icon Singapura: Merlion |
Vivo City, itulah tujuan perjalanan kami selanjutnya, dari Vivo City itu kami berniat untuk menuju Sentosa Island, ticketnya kami beli dengan harga $ Sing 3, kali ini pembelian tiket kami lakukan melalui loket. Tiket seharga 3 dolar itu mampu membawa kita mengelilingi pada seluruh bagian di Sentosa Island. Tetapi, kami memilih pantai Palawan yang pasirnya berasal dari pasir di Indonesia itu. Di sana kami merasakan kembali alam yang sesungguhnya. Dengan melewati jembatan gantung, kami sampai pada pulau kecil: Southernmost Point of Continental Asia dan menikmati pemandangan yang ada di sana. Setelah puas kami menyambangi Universal Studio, tetapi kami tidak masuk ke dalamnya hanya melihat suasana dari luar saja, ini semua bukan karena kami tidak ada uang untuk masuk ke tempat itu, hanya saja kami memilih sikap hidup sederhana dan bersahaja. Potongan Roti 6: Bagi Anda yang hanya dapat jalan-jalan ke luar negeri dengan biaya seadanya (bahkan sangat seadanya sekali) maka jadikanlah kalimat “Hidup yang sederhana dan bersahaja” sebagai alasan pamungkas mengenai keabsenan Anda di tempat-tempat mahal.
|
Dari Vivo city |
|
Sentosa Island |
Bugis, tempat belanja yang “murah” versi Singapura, disana kami berkeliling dahulu sebelum memutuskan untuk membeli. Ini tak lain agar kami mendapatkan barang termurah. Akhirnya usaha kami itu tidak sia-sia, kami dapat menemukan barang-barang berharga seperti gantung kunci dengan harga $ Sing 10/20 bungkus dan hiasan kulkas seharga $ Sing 1, serta kaos seharga $ Sing 10/4 buah. Kesemuanya saya beli dengan hati gembira. Mengapakah saya mesti membeli hiasan kulkas pula? Jawabannya karena saya punya kulkas. Percayakah Anda dengan jawaban saya? Baiklah, saya akan berikan alasan sebenarnya, tetapi ini rahasia, jadi jangan Anda sebarkan secara sembarangan. Alasannya: Demi keeksisan saya di dunia traveling, saya harus membuat tanda bahwa saya pernah pergi ke suatu tempat dengan menempelkan suatu benda bertuliskan nama Negara yang saya kunjungi. Tulisan di daun lontar, di batu bertulis atau di kulit kayu sudahlah tidak dapat memenuhi keinginan saya itu, makanya saya ganti dengan hiasan kulkas. Potongan Roti 7: Jangan sepelekan hiasan kulkas! Hiasan kulkas dapat menjadi prasasti keeksisan kita di dunia penjelajahan, cobalah untuk membeli hiasan kulkas bertuliskan nama Negara dan tempelkan di pintu kulkas. Dan berjanjilah untuk memenuhi pintu kulkas dengan hiasan tersebut, hal ini dapat menjadi katalisator penjelajahan berikutnya. Selamat Mencoba!
Sepulang dari Bugis, kami dihadapkan pada situasi yang memacu adrenalin, acara bebas. Hal ini merupakan sebuah lampu hijau untuk menjelajahi Singapura dengan sisa-sisa dolar yang masih menyangkut di kantong. Saya dan empat orang teman saya memutuskan untuk mengujungi Botanical Garden. Namun, kesempatan berkata lain, karena kecapekan kami berlima tertidur di hostel hingga maghrib. Dan acara kami pun batal. Lalu, akan kami kemanakan tubuh ini? Kembali tidur? Tidak akan! Tunggu dulu!! Kami belum ada mengunjungi masjid, dan sebagai muslim sejati kami pun berniat mengadakan perjalan ke salah satu masjid. Perjalanan berikutnya adalah Masjid Sultan!
|
Mesjid Sultan Singapura |
|
Bagian dalam mesjid sultan |
Terletak di Jalan Victoria, masjid itu terlihat megah dengan warna menara yang berubah-ubah akibat sorot lampu dari bawah. Tempat shalat untuk jamaah perempuan terletak di lantai 2, kebanyakan jamaah perempuan yang kami temui adalah jamaah yang berasal dari Arab dengan pakaian yang serba hitam. Setelah shalat Isya berjamaah kami beranjak pergi. Di sepanjang perjalanan kami melewati daerah Jalan Arab yang banyak menyediakan kafe-kafe Arab. Banyak sekali orang di kafe tersebut, lebih banyak daripada di Masjid, Dan kesemuanya menghisap sashi. Karena daerahnya tertata rapi dan sunyi, kami banyak mengambil foto. Sayangnya, kami datang ke daerah ini pada malam hari, kalau tidak kami bisa mengunjungi museum IPTEK untuk anak-anak.
|
Cool!!! |
Setelah puas berfoto-foto, kami baru menyadari bahwa kami salah memilih jalan pulang dan tersesat di Jalan Beach. Tujuan kami selanjutnya adalah Orchad Road, namun berdasarkan data di halte, tak ada bus yang menuju kesana. Kami pun bertanya pada seorang Indonesia yang berjualan otak-otak di halte tersebut. Namun, dia juga menyatakan tidak tahu jalan karena baru datang dari Indonesia (Kalau tidak tahu jalan, kok dia bisa sampai di halte ya?). Untungnya ada seorang lelaki yang kelihatannya juga pendatang dari Negara lain, yang menunjukkan kami arah ke halte yang kami maksud dengan Bahasa Inggris yang terbata-bata. Ketika dilihanya kami masih bingung dan kikuk, dia pun segera mengantarkan kami menuju halte tersebut. Kami sangat bersyukur dan berterimakasih dengan lelaki tersebut. Begitulah kepedulian yang bahkan sangat jarang dimiliki orang Indonesia, kita masih perlu belajar banyak. Potongan roti ke-8: Lelaki itu pasti telah membaca dan mempraktekkan teori: to think, to feel, to act pada kehidupannya.
Nyatanya, “peta nyasar” kami tak sampai disitu saja. Ketika menuju Orchad Road, kami tersasar di Penang Road. Kami pun aktif bertanya kepada orang lagi dan seperti biasanya pertanyaan kami ini dijawab dengan lengkap dan gamblang. Akhirnya kami memutuskan untuk menaiki MRT untuk sampai ke tempat tujuan kami. Tadda!! Ternyata tempat tujuan kami sudah tutup! Dengan berat hati kami hanya dapat duduk terdiam di bangku-bangku taman. Tiba-tiba datanglah seorang kakek yang baru pulang kerja, katanya dia bekerja di tempat penjualan makanan. Kakek berdarah China itu sangat baik, dia memberi kami tissue ketika kami membutuhkannya, dia juga bercerita bahwa dia penah mengunjungi Indonesia, dan yang lebih baiknya lagi, dia bercerita dengan bahasa Melayu yang lancar. Dia mengingatka kami bahwa jika kami tidak bersegera pulang, maka kami tak akan mendapatkan bus, karena sudah hampir pukul 12.00 malam. Apa!!! Ternyata waktu telah menunjukkan pukul 12.00 malam. Kami segera berterima kasih dengan kakek itu dan beranjak pergi, berlari mengejar bus. Berdasarkan pengalaman saya itu, saya pun membuat suatu kesimpulan: Walaupun orang-orang Singapura itu terlihat selalu berjalan cepat, cuek, dan jarang senyum, tetapi jika mereka dimintai pertolongan, maka mereka akan segera menolong dengan segenap daya dan upaya (Maaf jika berlebihan lagi), untuk dedikasinya yang sangat tinggi itu, masyarakat Singapura dapat dianugerahi award: The efficient people of the year. Selamat ya!! Potongan Roti ke-9: Apakah anda termasuk kategori turis yang buta arah, buta peta dan tak punya rencana tujuan perjalanan? Jika iya, saya sarankan untuk memilih Singapura sebagai salah satu tempat berkunjung.
Tanggal berapakah sekarang? 27 Februari 2012-kah? Hari istimewa, bukan karena hari ini adalah hari menuju penghabisan bulan Februari, tetapi karena pada hari ini akan dilaksanakan acara inti di Singapura, yaitu kunjungan ke salah satu sekolah Islam di Singapura. Namun, tak kusangka dan tak kuduga ternyata peserta yang boleh ikut adalah peserta terpilih. Kapankah diadakan pemilihannya? Mungkinkah ketika aku tengah terbaring kelelahan sehabis tersasar tadi malam, secara diam-diam telah diadakan audisi di ruang tamu motel? Apakah soal-soal fisika dan kimia juga dimasukkan ke dalam audisi itu? Atau jangan-jangan audisi itu membahas habis-habisan tentang RPP? Oh, tidak, mungkin audisi ini mengupas tuntas analisis butir soal!! Apapun yang telah terjadi tadi malam, aku tak ikut ambil bagian dan harus tinggal di motel, menunggui tas teman-temanku yang pergi, sedih? Tentu, tetapi hidup harus berjalan. Aku pun melangkah tegap kedepan, menuju kamar tidur. Hidup harus berjalan dan aku berjalan untuk tidur sambil menatap kedepan, menatap kotak AC yang ternyata berbentuk balok itu. Pukul 11.00 kami harus segera check-out. Ingin rasanya aku berjalan-jalan ke luar dengan bus ber-AC itu, tetapi uangku sudah hampir habis, mengenaskan. Potongan Roti ke-10: Apakah anda sekarang sedang berencana pergi ke luar negeri dengan suatu rombongan yang suka mengadakan audisi dan penelitian secara tiba-tiba? Jika iya, maka ambil selembar kertas dan segera tulis rencana perjalanan anda beserta keuangannya dengan detil, kalau perlu adakan penelitian kecil sebelum berangkat. Jangan gegabah jika anda tak ingin memandangi kotak AC!
Sepulangnya mereka dari Sekolah tersebut, kami segera bergerk menuju terminal taksi agar dapat segera sampai di JB Depo. Sedikit mengesalkan bagi orang Indonesia yang terbiasa berantakan sepertiku, harus antri dengan sangat rapi. Tiba-tiba aku merindukan becak motor yang bisa di-stop dimanapun. Tetapi, kerinduan akan kampung halaman itu segera teratasi ketika sampai di Johor Baru, dimana-mana orang berteriak-teriak,” Kuala Lumpur! Kuala Lumpur!” Oh, bukankah itu mirip dengan terminal Pinang Baris, “ Binjai! Binjai!”. Potongan Roti 10: Rumpun bangsa Melayu ternyata berbakat secara alami dalam “ Seni Tarik Suara”. Kepada para pencari bakat, harap hal ini dipertimbangkan.
|
Welcome to Melaka!! |
“Melaka is Historical City”, pernyataan ini benar adanya. Baru kali ini aku menginjakkan kaki pada sebuah kota yang benar-benar menghargai sejarahnya. Setiap jengkal tanahnya mengingatkan kita pada seni dan sajak-sajak Eropa klasik. Berbagai museum terbangun dengan rapinya di pinggir jalan, semuanya dijaga rapi dan indah. Namun, sayangnya kami tidak bisa memasukinya karena terlalu pagi. Pagi hari di Melaka sangat indah, para petugas kebersihannya sangat ramah dan selalu mengucapkan salam, berbeda dengan petugas kebersihan di Indonesia yang terlalu serius bekerja hingga dunia terasa milik dirinya. Kami menyambangi benteng portugis, di pelataran bangunan banyak terdapat orang-orang yang melakukan senam pagi dengan diiringi musik, beberapa dari guru pun mengikuti senam tersebut. Sungguh hidup dan semarak suasana pagi di Melaka. Ada juga fasilitas kapal yang akan membawa berkeliling pengunjung, tiketnya seharga 10 RM, saya pun tak mau melewatkan kesempatan tersebut dan mengikuti tur tersebut. Pulangnya kami mengunjungi salah satu toko pakaian dan membeli pakaian muslim seharga 20 RM. Setelah itu selesailah kegiatan kami di Melaka.
|
Benteng Portugis di Melaka |
|
Pagi di Melaka |
|
Bagian dalam benteng |
|
Sungai Melaka |
Selanjutnya kami menuju Kuala Lumpur, disana kami pergi ke Genting Highland untuk menaiki gondola, malamnya kami ke jalan Petalling dan membeli souvenir. Pagi harinya kami shalat di mesjid Jamik, sepulangnya ke KLCC tempat menara Petronas berdiri. Dan perjalananku pun berakhir.
|
Jepretan dari Gondola |
|
Menara Kembar Petronas |
|
Taman di sekitar menara Petronas |
Comments
Post a Comment