Negeri Melaka adalah salah satu provinsi di Malaysia ternyata menyimpan banyak sejarah hingga pada tahun 1998 UNESCO menobatkannya sebagai Kota Warisan Dunia (World Heritage City) bersama dengan George Town, Penang.
Aku sendiri sangat senang dengan daerah ini, terutama Kota Melaka karena terdapat berbagai museum yang bisa dikunjungi beserta tempat-tempat bersejarah lainnya yang indah. Satu hal lagi yang kuingat, yaitu pada kunjungan pertamaku ke kota ini (2012), aku mendapati bahwa orang-orang Melayu nya sangat ramah. Masih kuingat senyuman anak-anak kecil yang melambaikan tangan ketika kami masih berada di bus, juga para penduduknya yang mengucap salam kepada kami melintas di jalan. Sungguh mempesona.
|
Good Evening dari Kota Melaka |
Kali ini aku mendapat kesempatan kembali menginjakkan kaki di Melaka, tetapi kali ini aku pergi bersama orang tuaku. Ada banyak perubahan yang kulihat, perubahan yang sangat indah dan kreatif. Kami yang tiba di Melaka pada sore hari pun segera menyusuri beberapa tempat di Kota tersebut dari mobil wawak-ku (kebetulan hari itu sudah hujan hingga tidak sempat singgah ke beberapa tempat). Wawak-ku pun membantu kami mencari tempat pembelian tiket di beberapa tempat yang besok bisa kami singgahi. Beliau juga membantu kami mencari homestay yang telah kami booking, yaitu Three Little Bird Homestay. Homestay ini ternyata terletak di suatu daerah perumahan hingga kami cukup sulit mendapatinya. Pemiliknya sepertinya orang Melayu yang sangat menyenangi Bob Marley (terlihat dari nama homestay-nya: Aku baru tahu ini setelah diberitahu temanku, Bu Iin).
Singkat cerita, kami pun segera mendaftar ulang di homestay tersebut. Namun, ternyata adminnya adalah seorang wanita Polandia hingga aku harus berbahasa Inggris (Ibuku sempat bingung, bagaimana jika ada turis dari Indonesia misalnya yang tidak bisa berbahasa Inggris datang ke tempat itu). Usut punya usut ternyata hampir semua orang yang menginap di homestay tersebut adalah turis dari Negara Barat (Western People), mungkin saat itu hanya kami (dan pemiliknya, tentu saja) yang merupakan orang Melayu. Hal ini terbukti dari letak kaca di kamar mandi, tepat di atas kepalaku hingga aku tak dapat bercermin, sepertinya kamar mandinya memang didesain khusus untuk orang-orang ras Kaukasoid. Walaupun demikian kamarnya sangat besar dan nyaman, bahkan ada balkonnya juga! Jadi benar-benar seperti di rumah sendiri, :). Wanita Polandia tersebut juga membantu kami membawa barang bawaan kami ke kamar kami, menunjukkan fasilitas-fasilitasnya dan menunjukkan dapurnya: dia sangat ramah (tetapi yang parahnya aku lupa namanya, :( ).
|
Penampakan Kamar di Three Little Bird Homestay |
Review homestay ini: Bagus dan nyaman, orang yang menginap mayoritas western people dan biasanya para backpacker, pemiliknya dan administrasinya ramah (biasanya para penginap akan membantu pemiliknya membereskan rumah dan juga menjadi admin), orang-orang yang tinggal disitu juga ramah dan murah senyum, bagi teman-teman yang senang memperluas jaringan dan berminat mempraktekkan bahasa Inggris bisa mencoba menginap di homestay ini. Harganya juga murah, 130 RM untuk 2 malam dengan kamar yang luas dan sarapan berbagai varian. Letaknya juga dekat dari tempat wisata yang diinginkan. Kekurangannya: Susah dicari karena berada di perumahan dan bannernya terlalu kecil.
Malamnya aku memberanikan diri untuk mengunjungi Jonker Old Street, dengan bantuan Google Maps yang sebenarnya membuatku agak sedikit nyasar-nyasar (atau mungkin kemampuan navigasiku yang perlu di-upgrade), akhirnya aku mendapati beberapa titik-titik daerah wisata yang terkenal dan tempat yang bagus untuk difoto.
|
Pemandangan eksotis di malam hari |
|
Dari sudut ini, juga tak kalah eksotis |
|
Terangnya pencahayaan menyilaukan malam itu |
|
Jonker Walk kala malam |
|
Penampakan taman di Jonker Walk |
|
Hotel dengan arsitektur yang keren dan sangat indah dikala malam |
Saat itu sudah tak banyak turis yang berjalan-jalan dan toko juga banyak yang tutup. Selepas puas berfoto-foto, aku pun merasa sangat lapar (maksud hati ke daerah ini ingin mencari makanan, tetapi ternyata banyak yang tutup). Hingga akhirnya aku singgah ke tempat bapak penjual otak-otak dan satar di depan RM Hajjah Mona Asam Pedas. Aku pun membeli makanan-makanan tersebut (Totalnya 4,2 RM). Sebenarnya daerah dekat homestay adalah daerah yang penuh restoran, tetapi restoran Cina dan India, aku pun menjadi enggan membeli karena tidak mengetahui secara jelas kandungan makanan-makanan tersebut.
|
Ini dia tempat jualan otak-otak dan satarnya |
|
Satar, rasanya manis-manis gurih |
|
Otak-otak |
|
Nah ini minuman khas Malaysia juga dari kelapa, namanya coconut shake |
Baiklah, kita lihat sekejap makanan-makanan tersebut. Satar ternyata adalah makanan khas Terengganu yang terbuat dari ikan tenggiri, lada, dan halia yang dibungkus daun pisang dan dibakat di atas bara api, rasanya manis-manis gurih. Otak-otak juga makanan yang berbahan dasar ikan tenggiri, tetapi biasanya disantap bersama kuah asam pedas (pantas saja pakcik ini jualan di depan RM Asam Pedas), dan makanan ini ternyata memang terkenal di daerah Melaka, juga di Riau, Singapura, Malaysia. Sedangkan coconut shake adalah minuman yang berbahan dasar kelapa muda yang dicampur es krim dan perisa vanila. Jadilah ketiga jenis makanan dan minuman ini sebagai santap malamku. Dan malam itu pun kuhabiskan dengan tidur nyenyak.
Next Journey: Berkeliling Kota Melaka
Comments
Post a Comment