Oleh: Soetari Rahayu
Di suatu kampus yang jauh dari rasa nyaman, dan di sutu sore yang menyimpan kegerahan, tiga orang mahasiswa sedang adu pemikiran. Sebenarnya ketiga orang tersebut berasal dari jurusan yang sama dan stambuk yang sama pula. Seorang mahasiswa yang berbadan besar memandang kedua mahasiswa lain yang berbadan kecil dengan pandangan yang tajam, seakan-akan kedua manusia di depannya itu bukan lagi manusia.
"Jangan kalian bawa adik-adik itu pergi!!!!" kata mahasiswa berbadan besar itu." Dia adik kami bukan adik kalian, kalian telah meracuni pikiran mereka, untuk apa kalian mengatakan hal-hal yang telah lewat, itu tambah menyakiti mereka, membingungkan mereka!!!"
"Terserah!! Kami yakin kalau kami berada pada jalan yang benar, jalan Allah. Kami tidak mau adik-adik ini ikut dalam acara kebatilan." kata mahasiswa yang kurus.
Sedangkan mahasiswa yang satunya lagi adalah adik yang mereka perebutkan. Dia hanya diam dan diam, jantungnya berdetak dengan kencang, matanya panas dan air mata mulai mengalir. Pikirannya kacau dan bingung.
"Dek, ayo kita pergi!" Ajak mahasiswa berbadan besar itu dengan agak menarik tangan adik yang diperebutkan tersebut.
Adik itu diam saja, tak bergeming, hatinya masih ragu.
"Ayo, Dek. Baca Bismillah. Kita berada pada jalan Allah." Kata mahasiswa berbadan kecil sambil menyentuh pundak adik tersebut.
"Jangan sentuh dia!! Dia ini adik kami!!" Bentak mahasiswa berbadan besar itu.
Adik yang diperebutkan tersebut hanya diam saja, air matanya terus mengalir, dia bingung dengan dua pilihan. Ikut mahasiswa berbadan besar ke acara ramah-tamah antar stambuk di gunung dengan sedikit terpaksa karena diancam pada saat praktikum atau tidak ikut acara itu karena mahasiswa berbadan kecil itu mengatakan bahwa acara tersebut mengandung kekerasan. Tetapi, jika dia tidak ikut maka dia akan digagalkan praktikumnya dan mendapat nilai E, begitu kata mahasiswa berbadan besar itu. Apakah benar acara tersebut mengandung kekerasan? Dia pun belum yakin benar karena mahasiswa berbadan besar itu selalu baik kepadanya dan dia pun mengatakan bahwa di sana mereka akan bersenang-senang, Apakah itu benar? jika benar, mengapa pula mahasiswa berbadan besar itu mengajaknya dengan paksaan dan mahasiswa berbadan kecil itu menjaganya agar tidak ikut acara tersebut dengan sungguh-sungguh. Ini benar-benar keadaan yang membingungkan. Jika dilihat dari keseharian dan penampilan kedua mahasiswa yang sekarang sedang memperebutkannya itu, tentu saja orang yang masih sehat akalnya mengatakan bahwa mahasiswa berbadan kecil itulah yang benar, sedang mahasiswa berbadan besar itu tak lain hanyalah calon mahasiswa abadi. Pikiran sehat adik yang sedang diperebutkan itu pun mulai lurus. Dan akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke kosnya, tidak ikut acara itu.
Mahasiswa berbadan besar itu mulai memerah mukanya menahan marah melihat adik itu mulai berjalan pergi di kampus yang jauh dari rasa nyaman itu, mahasiswa berbadan kecil itu tampak senang.
"Dasar Kau!! Alim pun tahunya hanya merusak anak orang!!" Kata mahasiswa berbadan besar itu dengan suara keras karena sudah kalah.
Mahasiswa berbadan kecil itu diam saja dan mulai pergi dari kampus yang jauh dari rasa nyaman itu, hatinya jadi bertanya-tanya, merusak bagaimana??
Adik yang diperebutkan itu masih terus diam, dan menangis. Batinnya retak tak terperikan. Kanapa pula dia harus berada di sini, di kampus yang jauh dari rasa nyaman ini? Dan siapakah yang salah? Tak ada yang peduli kejadian ini, kejadian yang selalu terjadi setiap tahun ajaran baru, masalah acara ramah-tamah antar stambuk.
Di suatu kampus yang jauh dari rasa nyaman, dan di suatu sore yang menyimpan kegerahan, seorang mahasiswa menangis karena bingung, ada lagi seorang mahasiswa mukanya merah menahan marah dan juga seorang mahasiswa tersenyum karena terharu. Dan pohon mangga di halaman mushala menyimpan tanya, Siapakah yang salah?
Di suatu kampus yang jauh dari rasa nyaman, dan di sutu sore yang menyimpan kegerahan, tiga orang mahasiswa sedang adu pemikiran. Sebenarnya ketiga orang tersebut berasal dari jurusan yang sama dan stambuk yang sama pula. Seorang mahasiswa yang berbadan besar memandang kedua mahasiswa lain yang berbadan kecil dengan pandangan yang tajam, seakan-akan kedua manusia di depannya itu bukan lagi manusia.
"Jangan kalian bawa adik-adik itu pergi!!!!" kata mahasiswa berbadan besar itu." Dia adik kami bukan adik kalian, kalian telah meracuni pikiran mereka, untuk apa kalian mengatakan hal-hal yang telah lewat, itu tambah menyakiti mereka, membingungkan mereka!!!"
"Terserah!! Kami yakin kalau kami berada pada jalan yang benar, jalan Allah. Kami tidak mau adik-adik ini ikut dalam acara kebatilan." kata mahasiswa yang kurus.
Sedangkan mahasiswa yang satunya lagi adalah adik yang mereka perebutkan. Dia hanya diam dan diam, jantungnya berdetak dengan kencang, matanya panas dan air mata mulai mengalir. Pikirannya kacau dan bingung.
"Dek, ayo kita pergi!" Ajak mahasiswa berbadan besar itu dengan agak menarik tangan adik yang diperebutkan tersebut.
Adik itu diam saja, tak bergeming, hatinya masih ragu.
"Ayo, Dek. Baca Bismillah. Kita berada pada jalan Allah." Kata mahasiswa berbadan kecil sambil menyentuh pundak adik tersebut.
"Jangan sentuh dia!! Dia ini adik kami!!" Bentak mahasiswa berbadan besar itu.
Adik yang diperebutkan tersebut hanya diam saja, air matanya terus mengalir, dia bingung dengan dua pilihan. Ikut mahasiswa berbadan besar ke acara ramah-tamah antar stambuk di gunung dengan sedikit terpaksa karena diancam pada saat praktikum atau tidak ikut acara itu karena mahasiswa berbadan kecil itu mengatakan bahwa acara tersebut mengandung kekerasan. Tetapi, jika dia tidak ikut maka dia akan digagalkan praktikumnya dan mendapat nilai E, begitu kata mahasiswa berbadan besar itu. Apakah benar acara tersebut mengandung kekerasan? Dia pun belum yakin benar karena mahasiswa berbadan besar itu selalu baik kepadanya dan dia pun mengatakan bahwa di sana mereka akan bersenang-senang, Apakah itu benar? jika benar, mengapa pula mahasiswa berbadan besar itu mengajaknya dengan paksaan dan mahasiswa berbadan kecil itu menjaganya agar tidak ikut acara tersebut dengan sungguh-sungguh. Ini benar-benar keadaan yang membingungkan. Jika dilihat dari keseharian dan penampilan kedua mahasiswa yang sekarang sedang memperebutkannya itu, tentu saja orang yang masih sehat akalnya mengatakan bahwa mahasiswa berbadan kecil itulah yang benar, sedang mahasiswa berbadan besar itu tak lain hanyalah calon mahasiswa abadi. Pikiran sehat adik yang sedang diperebutkan itu pun mulai lurus. Dan akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke kosnya, tidak ikut acara itu.
Mahasiswa berbadan besar itu mulai memerah mukanya menahan marah melihat adik itu mulai berjalan pergi di kampus yang jauh dari rasa nyaman itu, mahasiswa berbadan kecil itu tampak senang.
"Dasar Kau!! Alim pun tahunya hanya merusak anak orang!!" Kata mahasiswa berbadan besar itu dengan suara keras karena sudah kalah.
Mahasiswa berbadan kecil itu diam saja dan mulai pergi dari kampus yang jauh dari rasa nyaman itu, hatinya jadi bertanya-tanya, merusak bagaimana??
Adik yang diperebutkan itu masih terus diam, dan menangis. Batinnya retak tak terperikan. Kanapa pula dia harus berada di sini, di kampus yang jauh dari rasa nyaman ini? Dan siapakah yang salah? Tak ada yang peduli kejadian ini, kejadian yang selalu terjadi setiap tahun ajaran baru, masalah acara ramah-tamah antar stambuk.
Di suatu kampus yang jauh dari rasa nyaman, dan di suatu sore yang menyimpan kegerahan, seorang mahasiswa menangis karena bingung, ada lagi seorang mahasiswa mukanya merah menahan marah dan juga seorang mahasiswa tersenyum karena terharu. Dan pohon mangga di halaman mushala menyimpan tanya, Siapakah yang salah?
Comments
Post a Comment